Jumat, 12 Mei 2017

Hak Asasi Manusia (HAM) di Indonesia

Diposting oleh Unknown di 20.05
BAB II
PEMBAHASAN

A.    Sejarah Hak Asasi Manusia (HAM)
Sejarah Hak Asasi Manusia diawali dari bangkitnya kesadaran manusia bahwa sebagai akibat dari kesewenang-wenangan penguasa pada masa lalu sudah tidak bisa dipertahankan lagi, rakyat merasakan kesengsaraan, kepedihan akibat dari tindakan-tindakan penguasa atau pemerintah yang sudah melewati batas kemanusiaan, manusia semakin sadar bahwa setiap manusia dilahirkan di atas bumi ini mempunyai hak dan kewajiban yang sama, baik dalam kehidupan sehari-hari maupun pengaturan atau yang mengatur hidup itu sendiri.
1.      Sejarah HAM di Dunia[1]
Kesadaran manusia ini sudah terlihat dari semenjak zaman Mesir Kuno (6000 tahun Sebelum Masehi) di mana telah terjadi perjuangan pengakuan terhadap hak-hak asasi manusia. Dalam perjuangan tersebut Socrates dan Plato (filsuf dan negarawan Yunani) sebagai pelopor dan peletak dasar pengakuan hak-hak asasi manusia, yang mengajarkan bagaimana mengkritik pemerintah atau penguasa yang tidak berdasarkan keadilan dan kesejahteraan rakyat serta kebijaksanaan yang semena-mena.
Kesewang-wenangan raja Inggris John Lackland (1199-1216) dalam pemerintahan sehingga terjadi protes keras di kalangan para bangsawan. Protes tersebut melahirkan sebuah piagam yang dikenal dengan nama Magna Charta (1215), suatu dokumen yang mencatat nama-nama orang bangsawan yang diberikan jaminan perlindungan oleh raja John Lackland. Di dalam piagam ini pengertian hak asasi belum sempurna karena terbatas hanya memuat perlindungan terhadap hak-hak kaum bangsawan dan gereja saja.
Pada tahun 1628 di Inggris terjadi pertentangan antara raja Charles I dengan parlemen yang terdiri dari utusan rakya (The House of Sommons) yang menghasilkan petition of right. Petisi ini membuat ketentuan bahwa penetapan pajak dan hak-hak istimewa harus dengan izin parlemen dan bahwa siapapun tidak boleh ditangkap tanpa tuduhan-tuduhan yang sah. Perjuangan hak-hak asasi manusia yang lebih nyata pada tahun 1689 ketika raja Wilhem III melancarkan revolusi. Revolusi besar ini mengawali babak baru kehidupan demokrasi di Inggris dengan perpindahan kekuasaan dari tangan raja kepada parlemen. Bill of Right (1689) merupakan suatu undang-undang yang diterima oleh Inggris setelah berhasil dalam pemerintahan revolusi yang dilancarkan sebagai perjuangan hak-hak asasi rakyat.
Declaration des doits del homme et du Cituyen (Pernyataan Hak-Hak Asasi Manusia dan Warga Negara) di Prancis tahun 1789, merupakan suatu naskah yang dicetuskan pada permulaan revolusi Prancis sebagai perlawanan terhadap kesewenang-wenangan dari rezim lama. Montesquieu dan Rousseua menyusun teori baru untuk menentang kekuasaan mutlak yang dipegang oleh Raja, Montesquieu menamakan teorinya dengan Trias Politica yaitu teori pemisahaan kekuasaan dalam pemerintahan yaitu pemisahaan kekuasaan antara: Eksekutif (kekuasaan pemerintahaan), Legislatif (kekuasaan membuat undang-undang), dan Yudikatif (kekuasaan pengadilan). Sedangkan Jean Jacques Rousseua dengan teori hukumnya: du Contract Social: menyatakan bahwa negara dilahirkan bebas, tidak boleh dibelenggu oleh manusia manapun termasuk raja. Pandangan-pandangan ini menimbulkan semangat bagi rakyat umumnya, khususnya rakyat-rakyat yang tertindas untuk memperjuangkan hak-hak asasi mereka. Adapun semboyannya dikenal dengan “Liberty, Egality, Faternity”.
Pemerintahan raja yang sewenang-wenang dan kaum bangsawan yang feodalistik menimbulkan kebencian dikalangan rakyat Prancis. Pada zaman pemerintahan Raja Louis XVI yang lemah, rakyat Prancis baru berani membentuk Assambles Nationale, yaitu dewan nasional sebagai perwakilan rakyat bangsa Prancis. Masyarakat Prancis baru berani mengubah struktur pemerintahan baru dari kerajaan yang feodalisme menjadi pemerintahan baru.
Perjuangan rakyat Amerika Serikat tentang hak-hak asasi disusun dalam bentuk suatu undang-undang yang dinamakan dengan Bill of Right (1789). Gagasan perjuangan hak asasi di negara ini banyak mempengaruhi terhadap perjuangan hak asasi manusia di Prancis dalam tahun yang sama. Declaration of Independence (Pernyataan Kemerdekaan Rakyat Amerika Serikat), 4 Juli 1776, yaitu “semua orang diciptakan sama, hak hidup, hak kebebasan, dan mengejar kebahagiaan.”
Sebelum konsep HAM diratifikasi PBB, terdapat beberapa konsep utama mengenai HAM yaitu:
a.       HAM menurut konsep Negara-negara Barat.
ü  Ingin meninggalkan konsep negara yang mutlak.
ü  Ingin mendirikan federasi rakyat yang bebas, negara sebagai koordinator dan pengawas.
ü  Filosofi dari HAM tertanam pada diri individu manusia. HAM lebih dahulu ada daripada tatanan negara.
b.      HAM menurut konsep Sosialis.
ü  HAM hilang dari individu dan terintegrasi dalam masyarakat.
ü  HAM tidak ada sebelum negara ada.
ü  Negara berhak membatasi HAM apabila situasi menghendaki.
c.       HAM menurut konsep Bangsa-Bangsa Asia dan Afrika.
ü  Tidak boleh bertentangan dengan ajaran agama/sesuai dengan kodratnya.
ü  Masyarakat sebagai keluarga besar, artinya penghormatan utama untuk kepala keluarga.
ü  Individu tunduk kepada kepala adat yang menyangkut tugas dan kewajiban.
Franklin D. Roosevelt, Presiden Amerika Serikat (1941) pada awal Perang Dunia II merumuskan naskah hak asasi yang terkenal dengan istilah “The Four Freedoms” (empat kebebasan), yaitu:
a.       Kebebasan untuk berbicara dan menyatakan pendapat (Freedom of speech).
b.      Kebebasan beragama (Freedom of religion).
c.       Kebebasan dari ketakutan (Freedom from fear).
d.      Kebebasan dari kemelaratan (Freedom from want).
Sementara Presiden Rusia “Thiodore Mondroow Wilson” (1936), mengusulkan dalam Undang-Undang Dasar mencantumkan “Hak atas Pekerjaan, Istirahat dan Pendidikan”.
Setelah Perang Dunia II berakhir timbullah gagasan untuk merumuskan hak asasi manusia dalam suatu naskah Internasional. Yang akhirnya pada tanggal 10 Desember 1948, terwujud dan berhasil merumuskan “Universal Declaration of Human Rights” (Pernyataan Sedunia tentang Hak-Hak Asasi Manusia) yang dinyatakan oleh negara-negara yang tergabung dalam Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB). Hal ini merupakan tonggak pengakuan Hak Asasi Manusia dunia Internasional.
Pada tanggal 16 Desember 1966, sidang umum PBB berhasil menyepakati tiga traktat Internasional, yaitu:
a.      The International Covenant of Civil and Political Rights.
b.      Optional Protocol.
c.       The International Covenant of Economic, Social, and Cultural Rights.
Ketiga Traktat tersebut memuat pokok-pokok Hak Asasi sebagai berikut :
a.      The International Covenant of Civil and Political Rights, memuat hak-hak sipil dan hak-hak politik, seperti misalnya persamaan hak pria dan wanita.
b.      Optional Protocol, yaitu untuk memberikan kemungkinan pada setiap orang untuk mengajukan kepada The Human Rights Committee di PBB terhadap pelangogaran hak hak asasi manusia dengan ketentuan bahwa yang bersangkutan telah berupaya mengantisipasinya melalui pengadilan yang ada di negaranya.
c.       The International Covenant of Economic, Social, and Cultural Rights, berisikan antara lain tentang syarat-syarat dan nilai-nilai bagi sistem ekonomi, sosial, dan budaya.
Universal Declaration of Human Rights menyatakan bahwa setiap orang mempunyai
o   Hak untuk hidup.
o   Kemerdekaan dan keamanan badan.
o   Hak untuk diakui kepribadiannya menurut hukum.
o   Hak untuk rapat dan berkumpul.
o   Hak untuk mendapatkan jaminan sosial.Hak untuk mendapatkan pekerjaan.
o   Hak untuk berdagang.
o   Hak untuk mendapatkan pendidikan.
o   Hak untuk turut serta dalam gerakan kebudayaan dalam masyarakat.
o   Hak untuk menikmati kesenian dan turut serta dalam memajukan keilmuan.
2.      Sejarah HAM di Indonesia[2]
a)      Pada masa prakemerdekaan
Pemikiran modern tentang HAM di Indonesia baru muncul pada abad ke-19. Orang Indonesia pertama yang secara jelas mengungkapkan pemikiran mengenai HAM adalah Raden Ajeng Kartini. Pemikiran itu diungkapkan dalam surat-surat yang ditulisnya 40 tahun sebelum proklamasi kemerdekaan.
b)      Pada masa kemerdekaan
Pada masa orde lama
Gagasan mengenai perlunya HAM selanjutnya berkembang dalam sidang BPUPKI. Tokoh yang gigih membela agar HAM diatur secara luas dalam UUD 1945 dalam sidang itu adalah Mohammad Hatta dan Mohammad Sukiman. Tetapi, upaya mereka kurang berhasil. Hanya sedikit nilai-nilai HAM yang diatur dalam UUD 1945. Sementara itu, secara menyeluruh HAM diatur dalam Konstitusi RIS dan UUDS 1950.
Pada masa orde baru
Pelanggaran HAM pada masa orde baru mencapai puncaknya. Ini terjadi terutama karena HAM dianggap sebagai paham liberal (Barat) yang bertentangan dengan budaya timur dan Pancasila. Karena itu, HAM hanya diakui secara sangat minimal. Komisi Hak Asasi Manusia dibentuk pada tahun 1993. Namun, komisi tersebut tidak dapat berfungsi dengan baik karena kondisi politik. Berbagai pelanggaran HAM terus terjadi, bahkan disinyalir terjadi pula berbagai pelanggaran HAM berat. Hal itu akhirnya mendorong munculnya gerakan reformasi untuk mengakhiri kekuasaan orde baru.
Pada masa reformasi
Masalah penegakan hak asasi manusia di Indonesia telah menjadi tekad dan komitmen yang kuat dari segenap komponen bangsa terutama pada era reformasi sekarang ini. Kemajuan itu ditandai dengan membaiknya iklim kebebasan dan lahirnya berbagai dokumen HAM yang lebih baik. Dokumen itu meliputi UUD 1945 hasil amendemen, Tap MPR No. XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia, UU No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, dan UU No. 26 tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia. Pada tahun 2005, pemerintah meratifikasi dua instrumen yang sangat penting dalam penegakan HAM, yaitu Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya (ICESCR) menjadi Undang-Undang No. 11 tahun 2005, dan Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik (ICCPR) menjadi Undang-Undang No. 12 tahun 2005.
B.     Pengertian Hak Asasi Manusia (HAM).
Hak Asasi Manusia adalah hak dasar yang sudah tertanam sejak lahir pada diri manusia itu sendiri dan secara otomatis melekat pada setiap manusia serta tidak dapat diganggu gugat oleh siapapun karena merupakan anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa.
Sedangkan menurut pendapat para ahli HAM dapat diartikan sebagai berikut:
Prof. Mr. Koenjoro Poerbopranoto (1976), mendefinisikan Hak Asasi adalah yang bersifat asasi artinya hak-hak yang dimiliki manusia menurut kodratnya yang tidak dapat dipisahkan dari hakikatnya, sehingga bersifat suci. Jadi hak asasi dapat dikatakan sebagai hak dasar yang dimiliki oleh setiap pribadi manusia sehingga hak asasi itu tidak dapat dipisahkan dari eksistensi pribadi manusia itu sendiri.
Prof. Dr. Mariam Budihardjo (1978), mendefinisikan sebagai hak yang dimiliki manusia yang telah diperoleh dan dibawanya bersamaan dengan kelahirannya atau kehadirannya di dalam kehidupan bermasyarakat. Beberapa hak itu dimilikinya tanpa perbedaan bangsa, ras, agama dan jenis kelamin. Oleh karena itu bersifat asasi dan universal. Berdasarkan hak asasi manusia harus memperoleh kesempatan untuk berkembang sesuai dengan bakat dan cita-citanya.
John Locke, HAM adalah hak-hak yang diberikan langsung oleh Tuhan Yang Maha Pecipta sebagai hak yang kodrati.[3]
G.J. Wolhots, Hak-Hak Asasi Manusia adalah sejumlah hak yang melekat dan berakar pada tabiat setiap pribadi manusia, bersifat kemanusiaan.
Jan Materson, Anggota Komisi Hak Asasi Manusia PBB, merumuskan pengertian HAM dalam “human right could be generally defines as those right which are inherent in our nature and without which we cannot live as human being” yang artinya HAM adalah hak-hak yang secara inheren melekat dalam diri manusia, dan tanpa hak itu manusia tidak dapat hidup sebagai manusia.
Prof. Darji Darmodiharjo, S. H., Hak Asasi Manusia adalah dasar atau hak-hak pokok yang dibawa manusia sejak lahir sebagai anugrah Tuhan Yang Maha Esa. Hak-hak asasi itu menjadi dasar dari hak dan kewajiban-kewajiban yang lain.
Muladi (1996), Mengemukakan pengertian HAM secara universal, yang dirumuskan sebagai those rights which are inherent in our nature and without which we cannot live as human being. Rumusan tersebut garis besarnya adalah segala hak-hak dasar yang melekat pada diri dalam kehidupannya.
Jack Donnely, Hak Asasi Manusia adalah hak-hak yang dimiliki manusia semata-mata karena seorang manusia. Umat manusia memilikinya bukan karena diberikan kepadanya oleh masyarakat atau berdasarkan hukum positif, melainkan semata-mata berdasarkan martabatnya sebagai manusia.
Peter R. Baehr, Hak Asasi Manusia sebagai hak dasar yang dipandang mutlak perlu untuk perkembangan individu.[4]
Penjelasan menurut UU No 39 Tahun 1999 tentang HAM adalah sebagai berikut; HAM adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan YME dan merupakan anugerahnya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan rakyat dan martabat manusia. Kewajiban dasar manusia adalah seperangkat kewajiban yang apabila tidak memungkinkan terlaksana dan tegaknya hak asasi manusia.
Pernyataan sedunia tentang Hak-Hak Asasi Manusia, pasal 1; “Setiap orang dilahirkan merdekan dan mempunyai martabat dan hak-hak yang sama. Mereka dikaruniai akal dan budi dan hendaknya bergaul satu sama lain dalam persaudaraan.”
Hakikat HAM adalah merupakan upaya menjaga keselamatan eksistensi manusia secara utuh melalui aksi keseimbangan antara kepentingan perorangan dengan kepentingan umum. Begitu juga upaya menghormati, melindungi, dan menjunjung tinggi HAM menjadi kewajiban dan tanggung jawab bersama antara individu pemerintah (Aparatur pemerintah baik sipil ataupun militer) dan negara.[5]
C.    Perkembangan Hak Asasi Manusia (HAM) di Indonesia
Rumusan Hak Asasi di Indonesia berkembang sejak awal persiapan kemerdekaan saat terbentuknya BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia) yang diketuai oleh KRT Rajiman Widodiningrat dengan anggota-anggotanya antara lain Soekarno, Muhammad Hatta, Soepomo, Muhammad Yamin, Abi Koesno, dan lain lain.
Badan ini melaksanakan sidangnya yang I (pertama) pada tanggal 29 Mei sampai dengan 1 Juni 1945 dan siding yang II (kedua) pada tanggal 10 sampai 17 Juli 1945. Kemudian pada tanggal 7 Agustus 1945, BPUPKI dibubarkan dan dilanjutkan dengan pembentukan PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia). Kedua badan ini dibentuk untuk mempersiapkan Kemerdekaan Indonesia.
Sebagai hasil nyata dari Badan ini adalah lahirnya Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia tahun 1945. Pada awal pembicaraan dalam penyusunan Undang-Undang Dasar timbul beberapa pendapat tentang pencatuman dan pernyataan mengenai Hak Asasi Manusia. Muhammad Hatta dan Muhammad Yamin setuju dimasukkannya hak-hak asasi ke dalam pasal-pasal Undang-Undang Dasar dengan alasan bahwa apabila  tidak dimasukkan ke dalam Undang-Undang Dasar (UUD), mereka khawatir di kemudian hari negara Indonesia menjadi negara kekuasaan atau timbulnya penindasan. Oleh karena itu, jikalau kita hendak betul-betul mendasarkan negara kita pada kekeluargaan, paham tolong-menolong, paham gotong royong, dan keadilan sosial enyahkanlah tiap-tiap pikiran individualism dan liberalism daripadanya.
Sedangkan Soepomo berpendapat tidak dibutuhkan suatu jaminan terhadap hak-hak asasi manusia maupun kemerdekaan individu terhadap negara. Sebab pada dasarnya dalam negara integralistik tidak pernah ada pertentangan antara negara dan individu. Soekarno lebih cenderung dengan hak-hak sosial atau keadilan sosial, manusia bukan saja mempunyai kemerdekaan suara, kemerdekaan memberikan hak suara, mengadakan persidangan dan rapat, jikalau tidak ada keadilan sosial, buat apa hak asasi kalua tidak dapat mengisi perut atau kelaparan.
Dari hasil pemikiran-pemikiran tersebut di atas diambil suatu kesepakatan bahwa hak asasi manusia perlu dicantumkan dalam Undang-Undang Dasar. Sebagaimana tercantum dalam pasal-pasal UUD tahun 1945, sebagai berikut:
a.       Pasal 27 ayat (1) Hak atas kesamaan keduukan dalam hukum dan pemerintahan.
b.      Pasal 27 ayat (2) Hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak.
c.       Pasal 28 Hak berserikat dan berkumpul.
d.      Pasal 29 Hak atas kebebasan beragama.
e.       Pasal 30 Hak dan kewajiban bela negara.
f.       Pasal 31 Hak mendapatkan pengajaran.
g.      Pasal 33 dan 34 Hak atas kesejahteraan sosial.
h.      Selain itu hak-hak asasi manusia juga tercantum dalam Pembukaan UUD tahun 1945.
Setelah UUD tahun 1945 diamandemen pada tahun 1999, tahun 2000, thahun 2001 dan tahun 2002. Hak Asasi Manusia dalam UUD tahun 1945 (Amandemen) secara eksplisit diatur dalam Pasal 28 huruf A sampai dengan huruf J.[6]
D.    Instrumen Hak Asasi Manusia (HAM) di Indonesia
Pelaksanaan HAM di Indonesia telah diatur dalam perundang–undangan yaitu tercantum pada UUD 1945 (BAB XA, Hak Asasi Manusia) Amandemen UUD 1945 yang kedua (II) tanggal 8 Agustus 2000 pasal 28A – 28J.[7]
Pasal 28A
Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya. **
Pasal 28B
(1) Setiap orang berhak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah. **
(2) Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. **
Pasal 28C
(1) Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia. **
(2) Setiap orang berhak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa, dan negaranya. **
Pasal 28D
(1) Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum. **
(2) Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja. **
(3) Setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan. **
(4) Setiap orang berhak atas status kewarganegaraan. **
Pasal 28E
(1) Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali. **
(2) Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya. **
(3) Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat. **
Pasal 28F
Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia. **
Pasal 28G
(1) Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang di bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi. **
(2) Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan atau perlakuan yang merendahkan derajat martabat manusia dan berhak memperoleh suaka politik dari negara lain. **
Pasal 28H
(1) Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan. **
(2) Setiap orang berhak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan. **
(3) Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabat. **
(4) Setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan hak milik tersebut tidak boleh diambil alih secara sewenang-wenang oleh siapa pun. **
Pasal 28I
(1) Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa pun. **
(2) Setiap orang berhak bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apa pun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif itu. **
(3) Identitas budaya dan hak masyarakat tradisional dihormati selaras dengan perkembangan zaman dan peradaban. **
(4) Perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggung jawab negara, terutama pemerintah. **
(5) Untuk menegakkan dan melindungi hak asasi manusia sesuai dengan prinsip negara hukum yang demokratis, maka pelaksanaan hak asasi manusia dijamin, diatur, dan dituangkan dalam peraturan perundangundangan. **
Pasal 28J
(1) Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain dalam tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. **
(2) Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis. **
A.    Penegakkan Hak Asasi Manusia (HAM) di Indonesia
Penegakkan Hak Asasi Manusia (HAM) di Indonesia menjadi sorotan di public ini, banyak peristiwa-peristiwa yang menarik untuk dijadikan uraian atau ulasan terutama yang berkaitan dengan pelanggaran HAM. Sebab-sebab pelanggaran HAM salah satunya yaitu adanya arogansi kewenangan dan kekuasaan yang dimiliki seorang pejabat yang berkuasa, yang mengakibatkan sulit mengendalikan dirinya sendiri sehingga terjadi pelanggaran terhadap hak-hak orang lain. Yang dimaksudkan disini adalah seorang pemimpin atau penguasa yang hanya mementingkan dirinya sendiri sehingga keadilan untuk menegakkan bagi pelanggar-pelanggar aturan termasuk pelanggaran HAM menjadi tidak terkendali dan tidak ditegakkan sesuai dengan ketentuan yang ada.
Berbagai permasalahan yang dihadapi pemerintah Indonesia dalam rangka penghormatan, pengakuan, penegakan hukum dan HAM antara lain:[8]
1.      Penegakan Hukum di Indonesia belum dirasakan optimal oleh masyarakat. Hal itu antara lain, ditunjukan oleh masih rendahnya kinerja lembaga peradilan. Penegakan hukum sejumlah kasus pelanggaran HAM berat yang sudah selesai tahap penyelidikannya pada tahun 2002, 2003, dan 2004, sampai sekarang belum di tindak lanjuti tahap penyelidikannya.
2.      Masih ada peraturan perundang-undangan yang belum berwawasan gender dan belum memberikan perlindungan HAM. Hal itu terjadi antara lain, karena adanya aparat hukum, baik aparat pelaksana peraturan perundang-undangan, maupun aparat penyusun peraturan perundang-undangan yang belum mempunyai pemahaman yang cukup atas prinsip-prinsip perlindungan hak asasi manusia.
3.      Belum membaiknya kondisi kehidupan ekonomi bangsa sebagai dampak krisis ekonomi yang terjadi telah menyebabkan sebagian besar rakyat tidak dapat menikmati hak-hak dasarnya baik itu hak ekonominya seperti belum terpenuhinya hak atas pekerjaan yang layak dan juga hak atas pendidikan
4.      Sepanjang tahun 2004 telah terjadi beberapa konflik dalam masyarakat, seperti Aceh, Ambon, dan Papua yang tidak hanya melibatkan aparat Negara  tetapi juga dengan kelompok bersenjata yang menyebabkan tidak terpenuhinya hak untuk hidup secara aman dan hak untuk ikut serta dalam pemerintahan
5.      Adanya aksi terorisme yang ditujukan kepada sarana public yang mnyebabkan rasa tidak aman bagi masyarakat
6.      Dengan adanya globalisasi, intensitas hubungan masyarakat antara satu Negara dengan Negara lainnya manjdi makin tinggi. Dengan demikian kecenderungan munculnya kejahatan yang bersifat transnasional menjadi makin sering terjadi. Kejahatan-kejahatan tersebut antara lain, terkait dengan masalah narkotika, pencucian uang dan terorisme. Salah satu permasalahan yang sering timbul adalah adanya peredaran dokumen palsu. Yang membuat orang-orang luar bebas datang ke Indonesia.
Peristiwa-peristiwa yang mengenai pelanggaran HAM harus dicegah dan ditangani kembali, untuk itu penting sekali hukum mengenai HAM ditegakkan kembali salah satunya dengan cara adanya program untuk menegakkan HAM. Program penegakan hukum dan HAM meliputi pemberantasan korupsi, antitrorisme, serta pembasmian penyalahgunaan narkotika dan obat berbahaya. Oleh sebab itu, penegakan hukum dan HAM harus dilakukan secara tegas, tidak diskriminatif dan konsisten.
Kegiatan-kegiatan pokok penegakan hukum dan HAM meliputi hal-hal berikut:[9]
1.      Pelaksanaan Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia (RANHAM) dari 2004-2009 sebagai gerakan nasional.
2.      Peningkatan efektifitas dan penguatan lembaga / institusi hukum ataupun lembaga yang fungsi dan tugasnya menegakkan hak asasi manusia.
3.      Peningkatan upaya penghormatan persamaan terhadap setiap warga Negara di depan hukum melalui keteladanan kepala Negara beserta pimpinan lainnya untuk memetuhi/ menaati hukum dan hak asasi manusia secara konsisten serta konsekuen.
4.      Peningkatan berbagai kegiatan operasional penegakan hukum dan hak asasi manusia dalam rangka menyelenggarakan ketertiban sosial agar dinamika masyarakat dapat berjalan sewajarnya.
5.      Penguatan upaya-upaya pemberantasan korupsi melalui pelaksanaan Rencana, Aksi Nasional Pemberantasan Korupsi.
6.      Peningkatan penegakan hukum terhadao pemberantasan tindak pidana terorisme dan penyalahgunaan narkotika serta obat lainnya.
7.      Penyelamatan barang bukti kinerja berupa dokumen atau arsip/lembaga Negara serta badan pemerintahan untuk mendukung penegakan hukum dan HAM.
8.      Peningkatan koordinasi dan kerja sama yang menjamin efektifitas penegakan hukum dan HAM.
9.      Pengembangan system manajemen kelembagaan hukum yang transparan.
10.  Peninjauan serta penyempurnaan berbagai konsep dasar dalam rangka mewujudkan proses hukum yang kebih sederhana, cepat, dan tepat serta dengan biaya yang tterjangkau oleh semua lapisan masyarakat.
B.    Problematik Pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) di Indonesia[10]
Begitu reformasi total digulirkan pada tahun 1998, Indonesia tengah mengalami masa transisi dari rezim yang otoriter menuju rezim demokratis. Sebagaimana dengan pengalaman negara-negara lain yang mengalami masa transisi, Indonesia juga menghadapi persoalan yang berhubungan dengan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM), yang terjadi di masa lampau yang tidak pernah diselesaikan secara adil dan manusiawi. Selama pemerintahan Orde Lama sampai dengan Orde Baru, kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) terjadi di mana yang termasuk dalam kategori berat dan berlangsung secara sistematis. Tidak sedikit kalangan masyarakat telah menjadi korban dan menderita dalam ketidakadilan, tanpa harapan akan adanya penyelesaian secara adil.
Pendekatan  pembangunan  yang  mengutamakan  "Security  Approach" selama lebih kurang 32 tahun orde baru berkuasa "Security Approach" sebagai kunci menjaga stabilitas dalam rangka menjaga kelangsungan pembangunan demi pertumbuhan ekonomi nasional. Pola pendekatan semacam ini, sangat berpeluang menimbulkan pelanggaran hak asasi manusia oleh pemerintah, karena stabilitas ditegakan dengan cara-cara represif oleh pemegang kekuasaan.
Sentralisasi kekuasaan yang dilakukan oleh orde baru selama lebih kurang 32 tahun, dengan pemusatan kekuasaan pada Pemerintah Pusat nota bene pada figure seorang Presiden, telah mengakibatkan hilangnya kedaulatan rakyat atas negara sebagai akibat dari penguasaan para pemimpin negara terhadap rakyat.
Pembalikan teori kedaulatan rakyat ini mengakibatkan timbulnya peluang pelanggaran hak asasi manusia oleh negara dan pemimpin negara dalam bentuk pengekangan yang berakibat mematikan kreativitas warga dan pengekangan hak politik warga selaku pemilik kedaulatan, hal ini dilakukan oleh pemegang kekuasaan dalam rangka melestarikan kekuasaannya.
Kualitas pelayanan publik yang masih rendah sebagai akibat belum terwujudnya good governance yang ditandai dengan transparansi di berbagai bidang akunbilitas, penegakan hukum yang berkeadilan dan demokratis. Serta belum berubahnya paradigma aparat pelayan public yang masih memposisikan dirinya sebagai birokrat bukan sebagai pelayan masyarakat, hal ini akan menghasilkan pelayanan public yang burruk dan cenderung untuk timbulnya pelanggaran HAM.
Konflik  Horizontal  dan  Konflik  Vertikal  telah  melahirkan  berbagai tindakan kekerasan  yang  melanggar  hak  asasi  manusia  baik  oleh  sesama kelompok masyarakat, perorangan, maupun oleh aparat.
Pelanggaran terhadap hak asasi kaum perempuan masih sering terjadi, walaupun Perserikatan Bangsa-Bangsa telah mendeklarasikan hak asasi manusia yang pada intinya menegaskan bahwa setiap orang dilahirkan dengan mempunyai hak akan kebebasan dan martabat yang setara tanpa membedakan ras, warna kulit, keyakinan agama dan politik, bahasa, dan jenis kelamin. Namun faktanya adalah bahwa instrumen tentang hak asasi manusia belum mampu melindungi perempuan.
Contoh-Contoh Kasus Pelanggaran HAM[11]
1.      Terjadinya penganiayaan pada praja STPDN oleh seniornya dengan dalih pembinaan yang menyebabkan meninggalnya Klip Muntu pada tahun 2003.
Penganiayaan merupakan salah satu contoh kasus pelanggaran HAM yang sering terjadi di Indonesia. Baik dilakukan antara wanita ataupun laki-laki, suami dengan istri, orang tua dengan anak, guru dengan murid, atau dengan yang lainnya. Faktor yang biasanya mempengaruhi adalah kekesalan atau dendam atau iri atau sifat jelek pada diri orang tersebut yang sudah mendalam atau karena kurangnya ekonomi.
2.      Dosen yang malas masuk kelas atau malas memberikan penjelasan pada suatu mata kuliah kepada mahasiswa merupakan pelanggaran HAM ringan kepada setiap mahasiswa.
Dosen atau guru yang malas untuk masuk kelas atau malas memberikan ilmu itu juga merupakan pelanggaran HAM, karena setiap orang baik itu pelajar ataupun bukan pelajar berhak untuk memperoleh pendidikan. Akan tetapi dosen atau guru tersebut melakukan tindakan yang salah, karena malas memberikan ilmu atau mendidik pelajar atau bukan pelajar tersebut.
3.      Para pedagang yang berjualan di trotoar merupakan pelanggaran HAM terhadap para pejalan kaki, sehingga menyebabkan para pejalan kaki berjalan di pinggir jalan sehingga sangat rentan terjadi kecelakaan.
4.      Orang tua yang memaksakan kehendaknya agar anaknya masuk pada suatu jurusan tertentu dalam kuliahnya merupakan pelanggaran HAM terhadap anak, sehingga seorang anak tidak bisa memilih jurusan yang sesuai dengan minat dan bakatnya.
5.      Kasus Babe yang telah membunuh anak-anak yang berusia di atas 12 tahun, yang artinya hak untuk hidup anak-anak tersebut pun hilang.
6.      Masyarakat kelas bawah mendapat perlakuan hukum kurang adil, bukti nya jika masyarakat bawah membuat suatu kesalahan misalkan mencuri sendal proses hukum nya sangat cepat, akan tetapi jika masyarakat kelas atas melakukan kesalahan misalkan korupsi, proses hukumnya sangatlah lama.
7.      Kasus Tenaga Kerja Wanita (TKW) yang bekerja di luar negeri mendapat penganiayaan dari majikannya.
8.      Kasus pengguran anak yang banyak dilakukan oleh kalangan muda mudi yang kawin diluar nikah.
C.    Upaya Pencegahan Pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) di Indonesia.
Untuk mewujudkan dan menegakkan Hak Asasi Manusia (HAM) di Indonesia tidaklah semudah menuliskan serta mengucapkannya. Hal ini disebabkan banyak hambatan dan tantangan yang tidak lagi sebatas teorika, melainkan sudah menjadi realita yang tidak dapat dihindari apalagi ditunda-tunda. Dalam penegakan HAM melalui sistem hukum pidana yang telah berlaku di Indonesia terdapat kendala-kendala atau hambatan yang bersifat prinsipil substansil dan klasik.
Pemerintah wajib dan bertanggung jawab menghormati, melindungi, menegakkan, Dan memajukan Hak asasi manusia melalui langkah implementasi yang efektif dalam bidang hukum, politik, social, budaya, pertahanan dan keamanan Negara, dan bidang lainnya.
Bahwa untuk ikut serta memelihara perdamaian dunia dan menjamin pelaksanaan hak asasi manusia serta memberikan perlindungan, kepastian keadilan dan perasaan aman kepada perorangan ataupun masyarakat, perlu dibentuk suatu pengadilan Hak asasi manusia untuk menyelesaikan pelanggaran Hak Asasi manusia yang berat sesuai dengan ketentuan pasal 104 ayat (1) UU No. 39 tahun 1999 tentang Hak asasi manusia yakni UU No. 26 tahun 2000.[12]
Selain itu dibutuhkan pula instropeksi diri atau penanaman moral yang bersifat baik kepada diri sendiri, baik itu untuk aparatur pemerintah atau masyarakatnya. Dan juga, perlunya sosialisasi sosialisasi baik dalam bentuk kecil ataupun besar untuk memberikan informasi atau pengetahuan kepada masyarakat. Tidak hanya sosialisasi tetapi diperlukan juga adanya organisasi-organisasi masyarakat yang digunakan untuk menampung masalah atau curhatan kendala masyarakat yang nantinya akan disampikan ke pemerintahan atau ditindak lanjuti atau di berikan solusi awal terlebih dahulu.
Masyarakat dapat pula berpartisipasi dalam perlindungan, penegakan, dan pemajuan hak asasi manusia. Masyarakat disini meliputi antara lain: setiap orang, kelompok, organisasi politik, organisasi masyarakat, lembaga swadaya masyarakat atau lembaga kemasyarakatan lainnya seperti Perguruan Tinggi dan lembaga studi.
Partisipasi masyarakat ini dapat berupa :
a.       Pengajuan usulan mengenai perumusan dan kebajikan yang berkaitan dengan hak asasi manusia
b.      Melakukan penelitian
c.       Melakukan pendidikan
d.      Melakukan penyebarluasan informasi mengenai hak asasi manusia
e.       Menyampaikan laporan atau pengaduan atas terjadinya pelanggaran HAM kepada KOMNAS HAM atau lembaga berwenang lainnya.
Peran serta dan upaya perlindungan, pemajuan, penghormatan dan penegakan HAM di Indonesia, tidak terlepas dari kesadaran internal atas perkembangan opini dunia terhadap masalah-masalah demokratisasi dan hak asasi manusia. Hal ini dapat kita lihat pada Pembukaan UUD 1945 dan Batang Tubuhnya yang mencantumkan prinsip-prinsip pelaksanaan HAM.
Dalam perkembangan lebih lanjut, peran serta dan upaya pemajuan, perlindungan, penghormatan dan penegakan HAM di Indonesia dilakukan melalui hal-hal berikut: [13]
a.       Pada tanggal 7 Juni 1993, telah diupayakan berdirinya Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) sebagai tindak lanjut Lokakarya tentang HAM yang diselenggarakan oleh Departemen Luar Negeri RI dengan dukungan Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB). Salah satu tujuan pembentukan Komnas HAM adalah untuk meningkatkan perlindungan hak asasi manusia. Demi mewujudkan tujuan tersebut, maka Komnas HAM melakukan rangkaian kegiatan antara lain :
o   Menyebarluaskan wawasan nasional dan internasional mengenai hak asasi manusia baik kepada masyarakat Indonesia maupun kepada masyarakat internasional
o   Mengkaji berbagai instrumen Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang hak asasi manusia dengan tujuan memberikan saran-saran mengenai kemungkinan aksesi dan/atau ratifikasinya.
o   Memantau dan menyelidiki pelaksanaan hak-hak asasi manusia serta memberikan pendapat, pertimbangan, dan saran kepada badan pemerintah negara mengenai pelaksanaan hak asasi manusia.
o   Mengadakan kerja sama regional dan internasional dalam rangka memajukan dan melindungi hak asasi manusia.
b.      Pasca Orde Baru (era reformasi), perhatian terhadap upaya pemajuan, penghormatan dan penegakan HAM di Indonesia semakin nyata, yakni dengan disahkannya Ketetapan MPR No. XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia pada tanggal 13 November 1998. Dalam ketetapan tersebut, MPR menugaskan kepada lembaga-lembaga negara dan seluruh aparatur pemerintah untuk menghormati, menegakkan, dan menyebarluaskan pemahaman tentang HAM. Selain itu, Presiden dan DPR juga ditugaskan untuk segera meratifikasi berbagai instrumen internasional tentang HAM.
c.       Landasan bagi penegakan HAM di Indonesia semakin kokoh setelah MPR melakukan amandemen terhadap UUD 1945. Dalam amandemen UUD 1945 tersebut persoalan HAM mendapat perhatian yang khusus dengan ditambahkannya bab XA tentang Hak Asasi Manusia yang terdiri atas pasal 28 A hingga 28 J. hal ini menunjukkan keseriusan Indonesia dalam menegakkan hak asasi manusia.
d.      Tonggak lain dalam sejarah penegakkan hak asasi manusia di Indonesia adalah berdirinya pengadilan HAM yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang No. 26 tahun 2000. Pengadilan HAM ini merupakan suatu pengadilan yang secara khusus menangani kejahatan pelanggaran HAM berat yang meliputi kejahatan genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan.
e.       Pembentukan lembaga-lembaga yang menangani kejahatan HAM dan penyusunan beberapa instrumen hukum pokok yang mengatur perlindungan terhadap HAM, secara nyata telah mendorong penegakan HAM di Indonesia. Beberapa kasus kejahatan HAM yang terjadi pada masa lalu kini mulai terkuak. seperti penanganan protes massa Tanjung Priok 1984, kerusuhan dan penembakan mahasiswa pada Mei 1998.
f.       Pembentukan Komisi Penyelidik Pelanggraan (KPP) HAM tahun 2003 yang mempunyai tugas pokok untuk menyelidiki kemungkinan terjadinya pelanggaran HAM. Di antara kasus-kasus tersebut bahkan kasus Tanjung Priok dan kasus Timor-Timur telah ditangani oleh Pengadilan HAM.
g.      Di sisi lain, melalui berbagai Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), banyak pihak melakukan pembelaan dan bantuan hukum (advokasi) terhadap para korban kejahatan HAM.


BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
1.      Sejarah Hak Asasi Manusia (HAM)
Sejarah Hak Asasi Manusia diawali dari bangkitnya kesadaran manusia bahwa sebagai akibat dari kesewenang-wenangan penguasa pada masa lalu sudah tidak bisa dipertahankan lagi, rakyat merasakan kesengsaraan, kepedihan akibat dari tindakan-tindakan penguasa atau pemerintah yang sudah melewati batas kemanusiaan, manusia semakin sadar bahwa setiap manusia dilahirkan di atas bumi ini mempunyai hak dan kewajiban yang sama, baik dalam kehidupan sehari-hari maupun pengaturan atau yang mengatur hidup itu sendiri.
2.      Pengertian Hak Asasi Manusia (HAM).
Hak Asasi Manusia adalah hak dasar yang sudah tertanam sejak lahir pada diri manusia itu sendiri dan secara otomatis melekat pada setiap manusia serta tidak dapat diganggu gugat oleh siapapun karena merupakan anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa.
3.      Perkembangan Hak Asasi Manusia (HAM) di Indonesia
Rumusan Hak Asasi di Indonesia berkembang sejak awal persiapan kemerdekaan saat terbentuknya BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia). Sebagai hasil nyata dari Badan ini adalah lahirnya Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia tahun 1945. Dari hasil pemikiran-pemikiran Soepomo, Soeharto, Moh Hatta, dan Muhammad Yamin diambil suatu kesepakatan bahwa hak asasi manusia perlu dicantumkan dalam Undang-Undang Dasar.
4.      Instrumen Hak Asasi Manusia (HAM) di Indonesia
Pelaksanaan HAM di Indonesia telah diatur dalam perundang–undangan yaitu tercantum pada UUD 1945 (BAB XA, Hak Asasi Manusia) Amandemen UUD 1945 yang kedua (II) tanggal 8 Agustus 2000 pasal 28A – 28J.
5.      Penegakkan Hak Asasi Manusia (HAM) di Indonesia
Kegiatan-kegiatan pokok penegakan hukum dan HAM meliputi hal-hal berikut:
a.       Pelaksanaan Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia (RANHAM) dari 2004-2009 sebagai gerakan nasional.
b.      Peningkatan efektifitas dan penguatan lembaga / institusi hukum ataupun lembaga yang fungsi dan tugasnya menegakkan hak asasi manusia.
c.       Peningkatan upaya penghormatan persamaan terhadap setiap warga Negara di depan hukum melalui keteladanan kepala Negara beserta pimpinan lainnya untuk memetuhi/ menaati hukum dan hak asasi manusia secara konsisten serta konsekuen.
d.      Peningkatan berbagai kegiatan operasional penegakan hukum dan hak asasi manusia dalam rangka menyelenggarakan ketertiban sosial agar dinamika masyarakat dapat berjalan sewajarnya.
e.       Penguatan upaya-upaya pemberantasan korupsi melalui pelaksanaan Rencana, Aksi Nasional Pemberantasan Korupsi.
f.       Peningkatan penegakan hukum terhadao pemberantasan tindak pidana terorisme dan penyalahgunaan narkotika serta obat lainnya.
g.      Penyelamatan barang bukti kinerja berupa dokumen atau arsip/lembaga Negara serta badan pemerintahan untuk mendukung penegakan hukum dan HAM.
h.      Peningkatan koordinasi dan kerja sama yang menjamin efektifitas penegakan hukum dan HAM.
i.        Pengembangan system manajemen kelembagaan hukum yang transparan.
j.        Peninjauan serta penyempurnaan berbagai konsep dasar dalam rangka mewujudkan proses hukum yang kebih sederhana, cepat, dan tepat serta dengan biaya yang terjangkau oleh semua lapisan masyarakat.
6.     Problematik Pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) di Indonesia
Contoh-Contoh Kasus Pelanggaran HAM
ü  Terjadinya penganiayaan pada praja STPDN oleh seniornya dengan dalih pembinaan yang menyebabkan meninggalnya Klip Muntu pada tahun 2003.
ü  Dosen yang malas masuk kelas atau malas memberikan penjelasan pada suatu mata kuliah kepada mahasiswa merupakan pelanggaran HAM ringan kepada setiap mahasiswa.
ü  Para pedagang yang berjualan di trotoar merupakan pelanggaran HAM terhadap para pejalan kaki, sehingga menyebabkan para pejalan kaki berjalan di pinggir jalan sehingga sangat rentan terjadi kecelakaan.
ü  Orang tua yang memaksakan kehendaknya agar anaknya masuk pada suatu jurusan tertentu dalam kuliahnya merupakan pelanggaran HAM terhadap anak, sehingga seorang anak tidak bisa memilih jurusan yang sesuai dengan minat dan bakatnya.
ü  Kasus Babe yang telah membunuh anak-anak yang berusia di atas 12 tahun, yang artinya hak untuk hidup anak-anak tersebut pun hilang.
ü  Masyarakat kelas bawah mendapat perlakuan hukum kurang adil, bukti nya jika masyarakat bawah membuat suatu kesalahan misalkan mencuri sendal proses hukum nya sangat cepat, akan tetapi jika masyarakat kelas atas melakukan kesalahan misalkan korupsi, proses hukumnya sangatlah lama.
ü  Kasus Tenaga Kerja Wanita (TKW) yang bekerja di luar negeri mendapat penganiayaan dari majikannya.
ü  Kasus pengguran anak yang banyak dilakukan oleh kalangan muda mudi yang kawin diluar nikah.
7.      Upaya Pencegahan Pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) di Indonesia.
Untuk mewujudkan dan menegakkan Hak Asasi Manusia (HAM) di Indonesia tidaklah semudah menuliskan serta mengucapkannya. Hal ini disebabkan banyak hambatan dan tantangan yang tidak lagi sebatas teorika, melainkan sudah menjadi realita yang tidak dapat dihindari apalagi ditunda-tunda. Dalam penegakan HAM melalui sistem hukum pidana yang telah berlaku di Indonesia terdapat kendala-kendala atau hambatan yang bersifat prinsipil substansil dan klasik. Oleh sebab itu diperlukan kerjasama dari aparatur pemerintahan beserta masyarakat untuk berpartisipasi bersama dalam menangani kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM).




[1] Wirman Burhan, Pendidikan Kewarganegaraan, Pancasila Dan Undang-Undang Dasar 1945, (Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2014), hlm. 46-51.
[2] Diakses dari http://maklahku.blogspot.co.id/2016/12/makalah-tentang-ham-di-indonesia.html, pada tanggal 11 Mei 2017 pukul 08.45.
[3] Wirman Burhan, Op.cit., hlm. 44-45.
[4] Diakses dari http://cari-carimakalah.blogspot.co.id/2016/02/makalah-tentang-hak-asasi-manusia-ham.html, pada tanggal 11 Mei 2017 pukul 09.15.
[5] Wirman Burhan, Loc.cit., hlm. 44-45.
[6] Ibid., hlm. 51-53
[7] UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945 tentang Hak Asasi Manusia.
[8] Muhammad Hariadi Setyawan, HAM DI INDONESIA diakses dari http://hariadi44.blogspot.co.id/2013/04/makalah-hak-asasi-manusia-di-indonesia.html, pada tanggal 12 Mei 2017 pukul 15.05.
[9] Ibid., pembahasan ke-B
[10] Eko Sugiyanto, Penegakan Dan Perlindungan Hak Asasi Manusia Di Indonesia diakses dari
https://eko-sg.blogspot.com/2015/11/makalah-ham-penegakan-dan-perlindungan.html pada tanggal 12 Mei 2017 pukul 15.45.
[11] Diakses dari http://cari-carimakalah.blogspot.co.id/2016/02/makalah-tentang-hak-asasi-manusia-ham.html, pada tanggal 12 Mei 2017 pukul 16.00.
[12] Muhammad Hariadi Setyawan, Op.cit., pembahasan ke-D.
[13] Diakses dari http://cari-carimakalah.blogspot.co.id/2016/02/makalah-tentang-hak-asasi-manusia-ham.html, pada tanggal 12 Mei 2017 pukul 17.00.

0 komentar:

Posting Komentar

 

My Writting Template by Ipietoon Blogger Template | Gadget Review