BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Sejarah
Hak Asasi Manusia (HAM)
Sejarah
Hak Asasi Manusia diawali dari bangkitnya kesadaran manusia bahwa sebagai
akibat dari kesewenang-wenangan penguasa pada masa lalu sudah tidak bisa
dipertahankan lagi, rakyat merasakan kesengsaraan, kepedihan akibat dari
tindakan-tindakan penguasa atau pemerintah yang sudah melewati batas
kemanusiaan, manusia semakin sadar bahwa setiap manusia dilahirkan di atas bumi
ini mempunyai hak dan kewajiban yang sama, baik dalam kehidupan sehari-hari
maupun pengaturan atau yang mengatur hidup itu sendiri.
1.
Sejarah
HAM di Dunia[1]
Kesadaran manusia ini sudah terlihat dari semenjak
zaman Mesir Kuno (6000 tahun Sebelum Masehi) di mana telah terjadi perjuangan
pengakuan terhadap hak-hak asasi manusia. Dalam perjuangan tersebut Socrates dan Plato (filsuf dan
negarawan Yunani) sebagai pelopor dan peletak dasar pengakuan hak-hak asasi
manusia, yang mengajarkan bagaimana mengkritik pemerintah atau penguasa yang
tidak berdasarkan keadilan dan kesejahteraan rakyat serta kebijaksanaan yang
semena-mena.
Kesewang-wenangan raja Inggris John Lackland (1199-1216) dalam pemerintahan sehingga terjadi
protes keras di kalangan para bangsawan. Protes tersebut melahirkan sebuah
piagam yang dikenal dengan nama Magna
Charta (1215), suatu dokumen yang mencatat nama-nama orang bangsawan yang
diberikan jaminan perlindungan oleh raja John Lackland. Di dalam piagam ini
pengertian hak asasi belum sempurna karena terbatas hanya memuat perlindungan
terhadap hak-hak kaum bangsawan dan gereja saja.
Pada tahun 1628 di Inggris terjadi pertentangan antara
raja Charles I dengan parlemen yang
terdiri dari utusan rakya (The House of
Sommons) yang menghasilkan petition
of right. Petisi ini membuat ketentuan bahwa penetapan pajak dan hak-hak
istimewa harus dengan izin parlemen dan bahwa siapapun tidak boleh ditangkap
tanpa tuduhan-tuduhan yang sah. Perjuangan hak-hak asasi manusia yang lebih
nyata pada tahun 1689 ketika raja Wilhem
III melancarkan revolusi. Revolusi besar ini mengawali babak baru kehidupan
demokrasi di Inggris dengan perpindahan kekuasaan dari tangan raja kepada
parlemen. Bill of Right (1689)
merupakan suatu undang-undang yang diterima oleh Inggris setelah berhasil dalam
pemerintahan revolusi yang dilancarkan sebagai perjuangan hak-hak asasi rakyat.
Declaration des
doits del homme et du Cituyen (Pernyataan Hak-Hak
Asasi Manusia dan Warga Negara) di Prancis tahun 1789, merupakan suatu naskah
yang dicetuskan pada permulaan revolusi Prancis sebagai perlawanan terhadap
kesewenang-wenangan dari rezim lama. Montesquieu dan Rousseua menyusun teori
baru untuk menentang kekuasaan mutlak yang dipegang oleh Raja, Montesquieu menamakan teorinya dengan Trias Politica yaitu teori pemisahaan
kekuasaan dalam pemerintahan yaitu pemisahaan kekuasaan antara: Eksekutif
(kekuasaan pemerintahaan), Legislatif (kekuasaan membuat undang-undang), dan
Yudikatif (kekuasaan pengadilan). Sedangkan Jean Jacques Rousseua dengan teori hukumnya: du Contract Social: menyatakan bahwa negara dilahirkan bebas, tidak
boleh dibelenggu oleh manusia manapun termasuk raja. Pandangan-pandangan ini
menimbulkan semangat bagi rakyat umumnya, khususnya rakyat-rakyat yang
tertindas untuk memperjuangkan hak-hak asasi mereka. Adapun semboyannya dikenal
dengan “Liberty, Egality, Faternity”.
Pemerintahan raja yang sewenang-wenang dan kaum
bangsawan yang feodalistik menimbulkan kebencian dikalangan rakyat Prancis.
Pada zaman pemerintahan Raja Louis XVI yang lemah, rakyat Prancis baru berani
membentuk Assambles Nationale, yaitu
dewan nasional sebagai perwakilan rakyat bangsa Prancis. Masyarakat Prancis
baru berani mengubah struktur pemerintahan baru dari kerajaan yang feodalisme
menjadi pemerintahan baru.
Perjuangan rakyat Amerika
Serikat tentang hak-hak asasi disusun dalam bentuk suatu undang-undang yang
dinamakan dengan Bill of Right (1789).
Gagasan perjuangan hak asasi di negara ini banyak mempengaruhi terhadap
perjuangan hak asasi manusia di Prancis dalam tahun yang sama. Declaration of Independence (Pernyataan
Kemerdekaan Rakyat Amerika Serikat), 4 Juli 1776, yaitu “semua orang diciptakan
sama, hak hidup, hak kebebasan, dan mengejar kebahagiaan.”
Sebelum konsep HAM diratifikasi PBB, terdapat beberapa
konsep utama mengenai HAM yaitu:
a. HAM
menurut konsep Negara-negara Barat.
ü Ingin
meninggalkan konsep negara yang mutlak.
ü Ingin
mendirikan federasi rakyat yang bebas, negara sebagai koordinator dan pengawas.
ü Filosofi
dari HAM tertanam pada diri individu manusia. HAM lebih dahulu ada daripada
tatanan negara.
b. HAM
menurut konsep Sosialis.
ü HAM
hilang dari individu dan terintegrasi dalam masyarakat.
ü HAM
tidak ada sebelum negara ada.
ü Negara
berhak membatasi HAM apabila situasi menghendaki.
c. HAM
menurut konsep Bangsa-Bangsa Asia dan Afrika.
ü Tidak
boleh bertentangan dengan ajaran agama/sesuai dengan kodratnya.
ü Masyarakat
sebagai keluarga besar, artinya penghormatan utama untuk kepala keluarga.
ü Individu
tunduk kepada kepala adat yang menyangkut tugas dan kewajiban.
Franklin
D. Roosevelt, Presiden Amerika Serikat (1941) pada
awal Perang Dunia II merumuskan naskah hak asasi yang terkenal dengan istilah “The Four Freedoms” (empat kebebasan),
yaitu:
a. Kebebasan
untuk berbicara dan menyatakan pendapat (Freedom
of speech).
b. Kebebasan
beragama (Freedom of religion).
c. Kebebasan
dari ketakutan (Freedom from fear).
d. Kebebasan
dari kemelaratan (Freedom from want).
Sementara Presiden Rusia “Thiodore Mondroow Wilson” (1936), mengusulkan dalam Undang-Undang
Dasar mencantumkan “Hak atas Pekerjaan, Istirahat dan Pendidikan”.
Setelah Perang Dunia II berakhir timbullah gagasan
untuk merumuskan hak asasi manusia dalam suatu naskah Internasional. Yang
akhirnya pada tanggal 10 Desember 1948, terwujud dan berhasil merumuskan “Universal
Declaration of Human Rights” (Pernyataan Sedunia tentang Hak-Hak Asasi
Manusia) yang dinyatakan oleh negara-negara yang tergabung dalam Perserikatan
Bangsa Bangsa (PBB). Hal ini merupakan tonggak pengakuan Hak Asasi Manusia
dunia Internasional.
Pada tanggal 16 Desember 1966, sidang umum PBB
berhasil menyepakati tiga traktat Internasional, yaitu:
a.
The
International Covenant of Civil and Political Rights.
b.
Optional
Protocol.
c.
The
International Covenant of Economic, Social, and Cultural Rights.
Ketiga
Traktat tersebut memuat pokok-pokok Hak Asasi sebagai berikut :
a.
The
International Covenant of Civil and Political Rights,
memuat hak-hak sipil dan hak-hak politik, seperti misalnya persamaan hak pria
dan wanita.
b.
Optional
Protocol, yaitu untuk memberikan kemungkinan pada setiap orang
untuk mengajukan kepada The Human Rights
Committee di PBB terhadap pelangogaran hak hak asasi manusia dengan
ketentuan bahwa yang bersangkutan telah berupaya mengantisipasinya melalui
pengadilan yang ada di negaranya.
c.
The
International Covenant of Economic, Social, and Cultural Rights,
berisikan antara lain tentang syarat-syarat dan nilai-nilai bagi sistem
ekonomi, sosial, dan budaya.
Universal Declaration of Human Rights
menyatakan bahwa setiap orang mempunyai
o
Hak untuk hidup.
o
Kemerdekaan dan keamanan badan.
o
Hak untuk diakui kepribadiannya menurut
hukum.
o
Hak untuk rapat dan berkumpul.
o
Hak untuk mendapatkan jaminan sosial.Hak
untuk mendapatkan pekerjaan.
o
Hak untuk berdagang.
o
Hak untuk mendapatkan pendidikan.
o
Hak untuk turut serta dalam gerakan
kebudayaan dalam masyarakat.
o
Hak untuk menikmati kesenian dan turut
serta dalam memajukan keilmuan.
2.
Sejarah
HAM di Indonesia[2]
a) Pada
masa prakemerdekaan
Pemikiran modern tentang
HAM di Indonesia baru muncul pada abad ke-19. Orang Indonesia pertama yang
secara jelas mengungkapkan pemikiran mengenai HAM adalah Raden Ajeng Kartini.
Pemikiran itu diungkapkan dalam surat-surat yang ditulisnya 40 tahun sebelum
proklamasi kemerdekaan.
b) Pada
masa kemerdekaan
Pada
masa orde lama
Gagasan
mengenai perlunya HAM selanjutnya berkembang dalam sidang BPUPKI. Tokoh yang
gigih membela agar HAM diatur secara luas dalam UUD 1945 dalam sidang itu
adalah Mohammad Hatta dan Mohammad Sukiman. Tetapi, upaya mereka kurang
berhasil. Hanya sedikit nilai-nilai HAM yang diatur dalam UUD 1945. Sementara
itu, secara menyeluruh HAM diatur dalam Konstitusi RIS dan UUDS 1950.
Pada
masa orde baru
Pelanggaran
HAM pada masa orde baru mencapai puncaknya. Ini terjadi terutama karena HAM
dianggap sebagai paham liberal (Barat) yang bertentangan dengan budaya timur
dan Pancasila. Karena itu, HAM hanya diakui secara sangat minimal. Komisi Hak
Asasi Manusia dibentuk pada tahun 1993. Namun, komisi tersebut tidak dapat
berfungsi dengan baik karena kondisi politik. Berbagai pelanggaran HAM terus
terjadi, bahkan disinyalir terjadi pula berbagai pelanggaran HAM berat. Hal itu
akhirnya mendorong munculnya gerakan reformasi untuk mengakhiri kekuasaan orde
baru.
Pada
masa reformasi
Masalah
penegakan hak asasi manusia di Indonesia telah menjadi tekad dan komitmen yang
kuat dari segenap komponen bangsa terutama pada era reformasi sekarang ini.
Kemajuan itu ditandai dengan membaiknya iklim kebebasan dan lahirnya berbagai
dokumen HAM yang lebih baik. Dokumen itu meliputi UUD 1945 hasil amendemen, Tap
MPR No. XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia, UU No. 39 tahun 1999 tentang
Hak Asasi Manusia, dan UU No. 26 tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi
Manusia. Pada tahun 2005, pemerintah meratifikasi dua instrumen yang sangat
penting dalam penegakan HAM, yaitu Kovenan Internasional tentang Hak-Hak
Ekonomi, Sosial dan Budaya (ICESCR) menjadi Undang-Undang No. 11 tahun 2005,
dan Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik (ICCPR) menjadi
Undang-Undang No. 12 tahun 2005.
B.
Pengertian
Hak Asasi Manusia (HAM).
Hak
Asasi Manusia adalah hak dasar yang sudah tertanam sejak lahir pada diri
manusia itu sendiri dan secara otomatis melekat pada setiap manusia serta tidak
dapat diganggu gugat oleh siapapun karena merupakan anugerah dari Tuhan Yang
Maha Esa.
Sedangkan menurut
pendapat para ahli HAM dapat diartikan sebagai berikut:
Prof. Mr. Koenjoro Poerbopranoto
(1976), mendefinisikan Hak Asasi adalah yang bersifat asasi artinya hak-hak
yang dimiliki manusia menurut kodratnya yang tidak dapat dipisahkan dari
hakikatnya, sehingga bersifat suci. Jadi hak asasi dapat dikatakan sebagai hak
dasar yang dimiliki oleh setiap pribadi manusia sehingga hak asasi itu tidak
dapat dipisahkan dari eksistensi pribadi manusia itu sendiri.
Prof. Dr. Mariam Budihardjo (1978),
mendefinisikan sebagai hak yang dimiliki manusia yang telah diperoleh dan
dibawanya bersamaan dengan kelahirannya atau kehadirannya di dalam kehidupan
bermasyarakat. Beberapa hak itu dimilikinya tanpa perbedaan bangsa, ras, agama
dan jenis kelamin. Oleh karena itu bersifat asasi dan universal. Berdasarkan
hak asasi manusia harus memperoleh kesempatan untuk berkembang sesuai dengan
bakat dan cita-citanya.
John Locke,
HAM adalah hak-hak yang diberikan langsung oleh Tuhan Yang Maha Pecipta sebagai
hak yang kodrati.[3]
G.J. Wolhots, Hak-Hak Asasi Manusia adalah sejumlah
hak yang melekat dan berakar pada tabiat setiap pribadi manusia, bersifat
kemanusiaan.
Jan Materson,
Anggota Komisi Hak Asasi Manusia PBB, merumuskan pengertian HAM dalam “human right could be generally defines as
those right which are inherent in our nature and without which we cannot live
as human being” yang artinya HAM adalah hak-hak yang secara inheren melekat
dalam diri manusia, dan tanpa hak itu manusia tidak dapat hidup sebagai manusia.
Prof. Darji Darmodiharjo, S. H.,
Hak Asasi Manusia adalah dasar atau hak-hak pokok yang dibawa manusia sejak
lahir sebagai anugrah Tuhan Yang Maha Esa. Hak-hak asasi itu menjadi dasar dari
hak dan kewajiban-kewajiban yang lain.
Muladi (1996),
Mengemukakan pengertian HAM secara universal, yang dirumuskan sebagai those rights which are inherent in our
nature and without which we cannot live as human being. Rumusan tersebut
garis besarnya adalah segala hak-hak dasar yang melekat pada diri dalam
kehidupannya.
Jack Donnely, Hak Asasi Manusia adalah hak-hak yang
dimiliki manusia semata-mata karena seorang manusia. Umat manusia memilikinya
bukan karena diberikan kepadanya oleh masyarakat atau berdasarkan hukum
positif, melainkan semata-mata berdasarkan martabatnya sebagai manusia.
Peter R. Baehr,
Hak Asasi Manusia sebagai hak dasar yang dipandang mutlak perlu untuk
perkembangan individu.[4]
Penjelasan menurut UU No 39 Tahun
1999 tentang HAM adalah sebagai berikut; HAM adalah
seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai
makhluk Tuhan YME dan merupakan anugerahnya yang wajib dihormati, dijunjung
tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah dan setiap orang demi
kehormatan serta perlindungan rakyat dan martabat manusia. Kewajiban dasar
manusia adalah seperangkat kewajiban yang apabila tidak memungkinkan terlaksana
dan tegaknya hak asasi manusia.
Pernyataan sedunia tentang Hak-Hak
Asasi Manusia, pasal 1; “Setiap orang dilahirkan
merdekan dan mempunyai martabat dan hak-hak yang sama. Mereka dikaruniai akal
dan budi dan hendaknya bergaul satu sama lain dalam persaudaraan.”
Hakikat
HAM adalah merupakan upaya menjaga keselamatan eksistensi manusia secara utuh
melalui aksi keseimbangan antara kepentingan perorangan dengan kepentingan
umum. Begitu juga upaya menghormati, melindungi, dan menjunjung tinggi HAM
menjadi kewajiban dan tanggung jawab bersama antara individu pemerintah
(Aparatur pemerintah baik sipil ataupun militer) dan negara.[5]
C.
Perkembangan
Hak Asasi Manusia (HAM) di Indonesia
Rumusan
Hak Asasi di Indonesia berkembang sejak awal persiapan kemerdekaan saat
terbentuknya BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan
Indonesia) yang diketuai oleh KRT Rajiman Widodiningrat dengan anggota-anggotanya
antara lain Soekarno, Muhammad Hatta, Soepomo, Muhammad Yamin, Abi Koesno, dan
lain lain.
Badan
ini melaksanakan sidangnya yang I (pertama) pada tanggal 29 Mei sampai dengan 1
Juni 1945 dan siding yang II (kedua) pada tanggal 10 sampai 17 Juli 1945. Kemudian
pada tanggal 7 Agustus 1945, BPUPKI dibubarkan dan dilanjutkan dengan
pembentukan PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia). Kedua badan ini
dibentuk untuk mempersiapkan Kemerdekaan Indonesia.
Sebagai
hasil nyata dari Badan ini adalah lahirnya Pancasila dan Undang-Undang Dasar
Negara Kesatuan Republik Indonesia tahun 1945. Pada awal pembicaraan dalam
penyusunan Undang-Undang Dasar timbul beberapa pendapat tentang pencatuman dan
pernyataan mengenai Hak Asasi Manusia. Muhammad Hatta dan Muhammad Yamin setuju
dimasukkannya hak-hak asasi ke dalam pasal-pasal Undang-Undang Dasar dengan
alasan bahwa apabila tidak dimasukkan ke
dalam Undang-Undang Dasar (UUD), mereka khawatir di kemudian hari negara
Indonesia menjadi negara kekuasaan atau timbulnya penindasan. Oleh karena itu,
jikalau kita hendak betul-betul mendasarkan negara kita pada kekeluargaan,
paham tolong-menolong, paham gotong royong, dan keadilan sosial enyahkanlah
tiap-tiap pikiran individualism dan liberalism daripadanya.
Sedangkan
Soepomo berpendapat tidak dibutuhkan suatu jaminan terhadap hak-hak asasi
manusia maupun kemerdekaan individu terhadap negara. Sebab pada dasarnya dalam
negara integralistik tidak pernah ada pertentangan antara negara dan individu.
Soekarno lebih cenderung dengan hak-hak sosial atau keadilan sosial, manusia
bukan saja mempunyai kemerdekaan suara, kemerdekaan memberikan hak suara,
mengadakan persidangan dan rapat, jikalau tidak ada keadilan sosial, buat apa
hak asasi kalua tidak dapat mengisi perut atau kelaparan.
Dari
hasil pemikiran-pemikiran tersebut di atas diambil suatu kesepakatan bahwa hak
asasi manusia perlu dicantumkan dalam Undang-Undang Dasar. Sebagaimana
tercantum dalam pasal-pasal UUD tahun 1945, sebagai berikut:
a. Pasal
27 ayat (1) Hak atas kesamaan keduukan dalam hukum dan pemerintahan.
b. Pasal
27 ayat (2) Hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak.
c. Pasal
28 Hak berserikat dan berkumpul.
d. Pasal
29 Hak atas kebebasan beragama.
e. Pasal
30 Hak dan kewajiban bela negara.
f. Pasal
31 Hak mendapatkan pengajaran.
g. Pasal
33 dan 34 Hak atas kesejahteraan sosial.
h. Selain
itu hak-hak asasi manusia juga tercantum dalam Pembukaan UUD tahun 1945.
Setelah UUD tahun 1945 diamandemen pada
tahun 1999, tahun 2000, thahun 2001 dan tahun 2002. Hak Asasi Manusia dalam UUD
tahun 1945 (Amandemen) secara eksplisit diatur dalam Pasal 28 huruf A sampai
dengan huruf J.[6]
D.
Instrumen
Hak Asasi Manusia (HAM) di Indonesia
Pelaksanaan
HAM di Indonesia telah diatur dalam perundang–undangan yaitu tercantum pada UUD
1945 (BAB XA, Hak Asasi Manusia) Amandemen UUD 1945 yang kedua (II) tanggal 8
Agustus 2000 pasal 28A – 28J.[7]
Pasal 28A
Setiap
orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya. **
Pasal
28B
(1)
Setiap orang berhak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui
perkawinan yang sah. **
(2)
Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak
atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. **
Pasal 28C
(1)
Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya,
berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan
teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi
kesejahteraan umat manusia. **
(2)
Setiap orang berhak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara
kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa, dan negaranya. **
Pasal 28D
(1)
Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum
yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum. **
(2)
Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang
adil dan layak dalam hubungan kerja. **
(3)
Setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan.
**
(4)
Setiap orang berhak atas status kewarganegaraan. **
Pasal
28E
(1)
Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih
pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih
tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali. **
(2)
Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan
sikap, sesuai dengan hati nuraninya. **
(3)
Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan
pendapat. **
Pasal 28F
Setiap
orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan
pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki,
menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis
saluran yang tersedia. **
Pasal 28G
(1)
Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan,
martabat, dan harta benda yang di bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa
aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat
sesuatu yang merupakan hak asasi. **
(2)
Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan atau perlakuan yang merendahkan
derajat martabat manusia dan berhak memperoleh suaka politik dari negara lain.
**
Pasal 28H
(1)
Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan
mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh
pelayanan kesehatan. **
(2)
Setiap orang berhak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh
kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan. **
(3)
Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya
secara utuh sebagai manusia yang bermartabat. **
(4)
Setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan hak milik tersebut tidak
boleh diambil alih secara sewenang-wenang oleh siapa pun. **
Pasal 28I
(1)
Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati
nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi
di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku
surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa pun.
**
(2)
Setiap orang berhak bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar
apa pun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat
diskriminatif itu. **
(3)
Identitas budaya dan hak masyarakat tradisional dihormati selaras dengan
perkembangan zaman dan peradaban. **
(4)
Perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia adalah
tanggung jawab negara, terutama pemerintah. **
(5)
Untuk menegakkan dan melindungi hak asasi manusia sesuai dengan prinsip negara
hukum yang demokratis, maka pelaksanaan hak asasi manusia dijamin, diatur, dan
dituangkan dalam peraturan perundangundangan. **
Pasal 28J
(1)
Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain dalam tertib
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. **
(2)
Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada
pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk
menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan
untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai
agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis. **
A.
Penegakkan
Hak Asasi Manusia (HAM) di Indonesia
Penegakkan
Hak Asasi Manusia (HAM) di Indonesia menjadi sorotan di public ini, banyak peristiwa-peristiwa
yang menarik untuk dijadikan uraian atau ulasan terutama yang berkaitan dengan
pelanggaran HAM. Sebab-sebab pelanggaran HAM salah satunya yaitu adanya
arogansi kewenangan dan kekuasaan yang dimiliki seorang pejabat yang berkuasa,
yang mengakibatkan sulit mengendalikan dirinya sendiri sehingga terjadi
pelanggaran terhadap hak-hak orang lain. Yang dimaksudkan disini adalah seorang
pemimpin atau penguasa yang hanya mementingkan dirinya sendiri sehingga
keadilan untuk menegakkan bagi pelanggar-pelanggar aturan termasuk pelanggaran
HAM menjadi tidak terkendali dan tidak ditegakkan sesuai dengan ketentuan yang
ada.
Berbagai
permasalahan yang dihadapi pemerintah Indonesia dalam rangka penghormatan,
pengakuan, penegakan hukum dan HAM antara lain:[8]
1. Penegakan
Hukum di Indonesia belum dirasakan optimal oleh masyarakat. Hal itu antara
lain, ditunjukan oleh masih rendahnya kinerja lembaga peradilan. Penegakan
hukum sejumlah kasus pelanggaran HAM berat yang sudah selesai tahap
penyelidikannya pada tahun 2002, 2003, dan 2004, sampai sekarang belum di
tindak lanjuti tahap penyelidikannya.
2. Masih
ada peraturan perundang-undangan yang belum berwawasan gender dan belum
memberikan perlindungan HAM. Hal itu terjadi antara lain, karena adanya aparat
hukum, baik aparat pelaksana peraturan perundang-undangan, maupun aparat
penyusun peraturan perundang-undangan yang belum mempunyai pemahaman yang cukup
atas prinsip-prinsip perlindungan hak asasi manusia.
3. Belum
membaiknya kondisi kehidupan ekonomi bangsa sebagai dampak krisis ekonomi yang
terjadi telah menyebabkan sebagian besar rakyat tidak dapat menikmati hak-hak
dasarnya baik itu hak ekonominya seperti belum terpenuhinya hak atas pekerjaan
yang layak dan juga hak atas pendidikan
4. Sepanjang
tahun 2004 telah terjadi beberapa konflik dalam masyarakat, seperti Aceh,
Ambon, dan Papua yang tidak hanya melibatkan aparat Negara tetapi juga dengan kelompok bersenjata yang
menyebabkan tidak terpenuhinya hak untuk hidup secara aman dan hak untuk ikut
serta dalam pemerintahan
5. Adanya
aksi terorisme yang ditujukan kepada sarana public yang mnyebabkan rasa tidak
aman bagi masyarakat
6. Dengan
adanya globalisasi, intensitas hubungan masyarakat antara satu Negara dengan
Negara lainnya manjdi makin tinggi. Dengan demikian kecenderungan munculnya
kejahatan yang bersifat transnasional menjadi makin sering terjadi.
Kejahatan-kejahatan tersebut antara lain, terkait dengan masalah narkotika,
pencucian uang dan terorisme. Salah satu permasalahan yang sering timbul adalah
adanya peredaran dokumen palsu. Yang membuat orang-orang luar bebas datang ke
Indonesia.
Peristiwa-peristiwa yang
mengenai pelanggaran HAM harus dicegah dan ditangani kembali, untuk itu penting
sekali hukum mengenai HAM ditegakkan kembali salah satunya dengan cara adanya
program untuk menegakkan HAM. Program penegakan hukum dan HAM meliputi
pemberantasan korupsi, antitrorisme, serta pembasmian penyalahgunaan narkotika
dan obat berbahaya. Oleh sebab itu, penegakan hukum dan HAM harus dilakukan
secara tegas, tidak diskriminatif dan konsisten.
Kegiatan-kegiatan pokok
penegakan hukum dan HAM meliputi hal-hal berikut:[9]
1. Pelaksanaan
Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia (RANHAM) dari 2004-2009 sebagai gerakan
nasional.
2. Peningkatan
efektifitas dan penguatan lembaga / institusi hukum ataupun lembaga yang fungsi
dan tugasnya menegakkan hak asasi manusia.
3. Peningkatan
upaya penghormatan persamaan terhadap setiap warga Negara di depan hukum
melalui keteladanan kepala Negara beserta pimpinan lainnya untuk memetuhi/
menaati hukum dan hak asasi manusia secara konsisten serta konsekuen.
4. Peningkatan
berbagai kegiatan operasional penegakan hukum dan hak asasi manusia dalam
rangka menyelenggarakan ketertiban sosial agar dinamika masyarakat dapat
berjalan sewajarnya.
5. Penguatan
upaya-upaya pemberantasan korupsi melalui pelaksanaan Rencana, Aksi Nasional
Pemberantasan Korupsi.
6. Peningkatan
penegakan hukum terhadao pemberantasan tindak pidana terorisme dan
penyalahgunaan narkotika serta obat lainnya.
7. Penyelamatan
barang bukti kinerja berupa dokumen atau arsip/lembaga Negara serta badan
pemerintahan untuk mendukung penegakan hukum dan HAM.
8. Peningkatan
koordinasi dan kerja sama yang menjamin efektifitas penegakan hukum dan HAM.
9. Pengembangan
system manajemen kelembagaan hukum yang transparan.
10. Peninjauan
serta penyempurnaan berbagai konsep dasar dalam rangka mewujudkan proses hukum
yang kebih sederhana, cepat, dan tepat serta dengan biaya yang tterjangkau oleh
semua lapisan masyarakat.
Begitu reformasi total digulirkan pada tahun
1998, Indonesia tengah mengalami masa transisi dari rezim yang otoriter menuju
rezim demokratis. Sebagaimana dengan pengalaman negara-negara lain yang
mengalami masa transisi, Indonesia juga menghadapi persoalan yang berhubungan
dengan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM), yang terjadi di masa lampau yang
tidak pernah diselesaikan secara adil dan manusiawi. Selama pemerintahan Orde
Lama sampai dengan Orde Baru, kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) terjadi
di mana yang termasuk dalam kategori berat dan berlangsung secara sistematis.
Tidak sedikit kalangan masyarakat telah menjadi korban dan menderita dalam
ketidakadilan, tanpa harapan akan adanya penyelesaian secara adil.
Pendekatan
pembangunan yang mengutamakan
"Security Approach"
selama lebih kurang 32 tahun orde baru berkuasa "Security Approach"
sebagai kunci menjaga stabilitas dalam rangka menjaga kelangsungan pembangunan
demi pertumbuhan ekonomi nasional. Pola pendekatan semacam ini, sangat
berpeluang menimbulkan pelanggaran hak asasi manusia oleh pemerintah, karena
stabilitas ditegakan dengan cara-cara represif oleh pemegang kekuasaan.
Sentralisasi kekuasaan yang dilakukan oleh
orde baru selama lebih kurang 32 tahun, dengan pemusatan kekuasaan pada Pemerintah
Pusat nota bene pada figure seorang Presiden, telah mengakibatkan hilangnya
kedaulatan rakyat atas negara sebagai akibat dari penguasaan para pemimpin
negara terhadap rakyat.
Pembalikan teori kedaulatan rakyat ini
mengakibatkan timbulnya peluang pelanggaran hak asasi manusia oleh negara dan
pemimpin negara dalam bentuk pengekangan yang berakibat mematikan kreativitas
warga dan pengekangan hak politik warga selaku pemilik kedaulatan, hal ini
dilakukan oleh pemegang kekuasaan dalam rangka melestarikan kekuasaannya.
Kualitas pelayanan publik yang masih rendah
sebagai akibat belum terwujudnya good governance yang ditandai dengan
transparansi di berbagai bidang akunbilitas, penegakan hukum yang berkeadilan
dan demokratis. Serta belum berubahnya paradigma aparat pelayan public yang
masih memposisikan dirinya sebagai birokrat bukan sebagai pelayan masyarakat,
hal ini akan menghasilkan pelayanan public yang burruk dan cenderung untuk
timbulnya pelanggaran HAM.
Konflik
Horizontal dan Konflik
Vertikal telah melahirkan
berbagai tindakan kekerasan
yang melanggar hak
asasi manusia baik
oleh sesama kelompok masyarakat,
perorangan, maupun oleh aparat.
Pelanggaran terhadap hak asasi kaum perempuan
masih sering terjadi, walaupun Perserikatan Bangsa-Bangsa telah mendeklarasikan
hak asasi manusia yang pada intinya menegaskan bahwa setiap orang dilahirkan
dengan mempunyai hak akan kebebasan dan martabat yang setara tanpa membedakan
ras, warna kulit, keyakinan agama dan politik, bahasa, dan jenis kelamin. Namun
faktanya adalah bahwa instrumen tentang hak asasi manusia belum mampu
melindungi perempuan.
Contoh-Contoh Kasus Pelanggaran HAM[11]
1. Terjadinya penganiayaan pada praja STPDN oleh
seniornya dengan dalih pembinaan yang menyebabkan meninggalnya Klip Muntu pada
tahun 2003.
Penganiayaan merupakan
salah satu contoh kasus pelanggaran HAM yang sering terjadi di Indonesia. Baik
dilakukan antara wanita ataupun laki-laki, suami dengan istri, orang tua dengan
anak, guru dengan murid, atau dengan yang lainnya. Faktor yang biasanya
mempengaruhi adalah kekesalan atau dendam atau iri atau sifat jelek pada diri
orang tersebut yang sudah mendalam atau karena kurangnya ekonomi.
2. Dosen yang malas masuk kelas atau malas
memberikan penjelasan pada suatu mata kuliah kepada mahasiswa merupakan
pelanggaran HAM ringan kepada setiap mahasiswa.
Dosen atau guru yang
malas untuk masuk kelas atau malas memberikan ilmu itu juga merupakan
pelanggaran HAM, karena setiap orang baik itu pelajar ataupun bukan pelajar
berhak untuk memperoleh pendidikan. Akan tetapi dosen atau guru tersebut
melakukan tindakan yang salah, karena malas memberikan ilmu atau mendidik
pelajar atau bukan pelajar tersebut.
3. Para pedagang yang berjualan di trotoar
merupakan pelanggaran HAM terhadap para pejalan kaki, sehingga menyebabkan para
pejalan kaki berjalan di pinggir jalan sehingga sangat rentan terjadi
kecelakaan.
4. Orang tua yang memaksakan kehendaknya agar
anaknya masuk pada suatu jurusan tertentu dalam kuliahnya merupakan pelanggaran
HAM terhadap anak, sehingga seorang anak tidak bisa memilih jurusan yang sesuai
dengan minat dan bakatnya.
5. Kasus Babe yang telah membunuh anak-anak yang
berusia di atas 12 tahun, yang artinya hak untuk hidup anak-anak tersebut pun
hilang.
6. Masyarakat kelas bawah mendapat perlakuan hukum
kurang adil, bukti nya jika masyarakat bawah membuat suatu kesalahan misalkan
mencuri sendal proses hukum nya sangat cepat, akan tetapi jika masyarakat kelas
atas melakukan kesalahan misalkan korupsi, proses hukumnya sangatlah lama.
7. Kasus Tenaga Kerja Wanita (TKW) yang bekerja
di luar negeri mendapat penganiayaan dari majikannya.
8. Kasus pengguran anak yang banyak dilakukan
oleh kalangan muda mudi yang kawin diluar nikah.
C. Upaya
Pencegahan Pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) di Indonesia.
Untuk mewujudkan dan menegakkan Hak Asasi
Manusia (HAM) di Indonesia tidaklah semudah menuliskan serta mengucapkannya.
Hal ini disebabkan banyak hambatan dan tantangan yang tidak lagi sebatas teorika,
melainkan sudah menjadi realita yang tidak dapat dihindari apalagi ditunda-tunda.
Dalam penegakan HAM melalui sistem hukum pidana yang telah berlaku di Indonesia
terdapat kendala-kendala atau hambatan yang bersifat prinsipil substansil dan
klasik.
Pemerintah wajib dan bertanggung jawab
menghormati, melindungi, menegakkan, Dan memajukan Hak asasi manusia melalui
langkah implementasi yang efektif dalam bidang hukum, politik, social, budaya,
pertahanan dan keamanan Negara, dan bidang lainnya.
Bahwa untuk ikut serta memelihara perdamaian
dunia dan menjamin pelaksanaan hak asasi manusia serta memberikan perlindungan,
kepastian keadilan dan perasaan aman kepada perorangan ataupun masyarakat,
perlu dibentuk suatu pengadilan Hak asasi manusia untuk menyelesaikan
pelanggaran Hak Asasi manusia yang berat sesuai dengan ketentuan pasal 104 ayat
(1) UU No. 39 tahun 1999 tentang Hak asasi manusia yakni UU No. 26 tahun 2000.[12]
Selain itu dibutuhkan pula instropeksi diri
atau penanaman moral yang bersifat baik kepada diri sendiri, baik itu untuk
aparatur pemerintah atau masyarakatnya. Dan juga, perlunya sosialisasi
sosialisasi baik dalam bentuk kecil ataupun besar untuk memberikan informasi
atau pengetahuan kepada masyarakat. Tidak hanya sosialisasi tetapi diperlukan
juga adanya organisasi-organisasi masyarakat yang digunakan untuk menampung masalah
atau curhatan kendala masyarakat yang nantinya akan disampikan ke pemerintahan
atau ditindak lanjuti atau di berikan solusi awal terlebih dahulu.
Masyarakat dapat pula berpartisipasi dalam
perlindungan, penegakan, dan pemajuan hak asasi manusia. Masyarakat disini
meliputi antara lain: setiap orang, kelompok, organisasi politik, organisasi
masyarakat, lembaga swadaya masyarakat atau lembaga kemasyarakatan lainnya
seperti Perguruan Tinggi dan lembaga studi.
Partisipasi masyarakat
ini dapat berupa :
a. Pengajuan usulan mengenai perumusan dan
kebajikan yang berkaitan dengan hak asasi manusia
b. Melakukan penelitian
c. Melakukan pendidikan
d. Melakukan penyebarluasan informasi mengenai
hak asasi manusia
e. Menyampaikan laporan atau pengaduan atas
terjadinya pelanggaran HAM kepada KOMNAS HAM atau lembaga berwenang lainnya.
Peran serta dan upaya
perlindungan, pemajuan, penghormatan dan penegakan HAM di Indonesia, tidak
terlepas dari kesadaran internal atas perkembangan opini dunia terhadap
masalah-masalah demokratisasi dan hak asasi manusia. Hal ini dapat kita lihat
pada Pembukaan UUD 1945 dan Batang Tubuhnya yang mencantumkan prinsip-prinsip
pelaksanaan HAM.
Dalam perkembangan lebih lanjut, peran serta dan upaya pemajuan,
perlindungan, penghormatan dan penegakan HAM di Indonesia dilakukan melalui
hal-hal berikut: [13]
a. Pada tanggal 7 Juni 1993, telah diupayakan
berdirinya Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) sebagai tindak lanjut
Lokakarya tentang HAM yang diselenggarakan oleh Departemen Luar Negeri RI
dengan dukungan Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB). Salah satu tujuan pembentukan
Komnas HAM adalah untuk meningkatkan perlindungan hak asasi manusia. Demi
mewujudkan tujuan tersebut, maka Komnas HAM melakukan rangkaian kegiatan antara
lain :
o
Menyebarluaskan
wawasan nasional dan internasional mengenai hak asasi manusia baik kepada
masyarakat Indonesia maupun kepada masyarakat internasional
o
Mengkaji berbagai
instrumen Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang hak asasi manusia dengan tujuan
memberikan saran-saran mengenai kemungkinan aksesi dan/atau ratifikasinya.
o
Memantau dan
menyelidiki pelaksanaan hak-hak asasi manusia serta memberikan pendapat,
pertimbangan, dan saran kepada badan pemerintah negara mengenai pelaksanaan hak
asasi manusia.
o
Mengadakan kerja sama
regional dan internasional dalam rangka memajukan dan melindungi hak asasi
manusia.
b. Pasca Orde Baru (era reformasi), perhatian
terhadap upaya pemajuan, penghormatan dan penegakan HAM di Indonesia semakin
nyata, yakni dengan disahkannya Ketetapan MPR No. XVII/MPR/1998 tentang Hak
Asasi Manusia pada tanggal 13 November 1998. Dalam ketetapan tersebut, MPR
menugaskan kepada lembaga-lembaga negara dan seluruh aparatur pemerintah untuk
menghormati, menegakkan, dan menyebarluaskan pemahaman tentang HAM. Selain itu,
Presiden dan DPR juga ditugaskan untuk segera meratifikasi berbagai instrumen
internasional tentang HAM.
c. Landasan bagi penegakan HAM di Indonesia
semakin kokoh setelah MPR melakukan amandemen terhadap UUD 1945. Dalam
amandemen UUD 1945 tersebut persoalan HAM mendapat perhatian yang khusus dengan
ditambahkannya bab XA tentang Hak Asasi Manusia yang terdiri atas pasal 28 A
hingga 28 J. hal ini menunjukkan keseriusan Indonesia dalam menegakkan hak
asasi manusia.
d. Tonggak lain dalam sejarah penegakkan hak
asasi manusia di Indonesia adalah berdirinya pengadilan HAM yang dibentuk
berdasarkan Undang-Undang No. 26 tahun 2000. Pengadilan HAM ini merupakan suatu
pengadilan yang secara khusus menangani kejahatan pelanggaran HAM berat yang
meliputi kejahatan genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan.
e. Pembentukan lembaga-lembaga yang menangani
kejahatan HAM dan penyusunan beberapa instrumen hukum pokok yang mengatur
perlindungan terhadap HAM, secara nyata telah mendorong penegakan HAM di
Indonesia. Beberapa kasus kejahatan HAM yang terjadi pada masa lalu kini mulai
terkuak. seperti penanganan protes massa Tanjung Priok 1984, kerusuhan dan
penembakan mahasiswa pada Mei 1998.
f. Pembentukan Komisi Penyelidik Pelanggraan
(KPP) HAM tahun 2003 yang mempunyai tugas pokok untuk menyelidiki kemungkinan
terjadinya pelanggaran HAM. Di antara kasus-kasus tersebut bahkan kasus Tanjung
Priok dan kasus Timor-Timur telah ditangani oleh Pengadilan HAM.
g. Di sisi lain, melalui berbagai Lembaga Swadaya
Masyarakat (LSM), banyak pihak melakukan pembelaan dan bantuan hukum (advokasi)
terhadap para korban kejahatan HAM.
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1.
Sejarah
Hak Asasi Manusia (HAM)
Sejarah
Hak Asasi Manusia diawali dari bangkitnya kesadaran manusia bahwa sebagai
akibat dari kesewenang-wenangan penguasa pada masa lalu sudah tidak bisa
dipertahankan lagi, rakyat merasakan kesengsaraan, kepedihan akibat dari
tindakan-tindakan penguasa atau pemerintah yang sudah melewati batas
kemanusiaan, manusia semakin sadar bahwa setiap manusia dilahirkan di atas bumi
ini mempunyai hak dan kewajiban yang sama, baik dalam kehidupan sehari-hari
maupun pengaturan atau yang mengatur hidup itu sendiri.
2. Pengertian
Hak Asasi Manusia (HAM).
Hak
Asasi Manusia adalah hak dasar yang sudah tertanam sejak lahir pada diri
manusia itu sendiri dan secara otomatis melekat pada setiap manusia serta tidak
dapat diganggu gugat oleh siapapun karena merupakan anugerah dari Tuhan Yang
Maha Esa.
3. Perkembangan
Hak Asasi Manusia (HAM) di Indonesia
Rumusan Hak Asasi di Indonesia berkembang
sejak awal persiapan kemerdekaan saat terbentuknya BPUPKI (Badan Penyelidik
Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia). Sebagai hasil nyata dari Badan
ini adalah lahirnya Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik
Indonesia tahun 1945. Dari hasil pemikiran-pemikiran Soepomo, Soeharto, Moh
Hatta, dan Muhammad Yamin diambil suatu kesepakatan bahwa hak asasi manusia
perlu dicantumkan dalam Undang-Undang Dasar.
4. Instrumen
Hak Asasi Manusia (HAM) di Indonesia
Pelaksanaan
HAM di Indonesia telah diatur dalam perundang–undangan yaitu tercantum pada UUD
1945 (BAB XA, Hak Asasi Manusia) Amandemen UUD 1945 yang kedua (II) tanggal 8
Agustus 2000 pasal 28A – 28J.
5. Penegakkan
Hak Asasi Manusia (HAM) di Indonesia
Kegiatan-kegiatan pokok
penegakan hukum dan HAM meliputi hal-hal berikut:
a. Pelaksanaan
Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia (RANHAM) dari 2004-2009 sebagai gerakan
nasional.
b. Peningkatan
efektifitas dan penguatan lembaga / institusi hukum ataupun lembaga yang fungsi
dan tugasnya menegakkan hak asasi manusia.
c. Peningkatan
upaya penghormatan persamaan terhadap setiap warga Negara di depan hukum
melalui keteladanan kepala Negara beserta pimpinan lainnya untuk memetuhi/
menaati hukum dan hak asasi manusia secara konsisten serta konsekuen.
d. Peningkatan
berbagai kegiatan operasional penegakan hukum dan hak asasi manusia dalam
rangka menyelenggarakan ketertiban sosial agar dinamika masyarakat dapat
berjalan sewajarnya.
e. Penguatan
upaya-upaya pemberantasan korupsi melalui pelaksanaan Rencana, Aksi Nasional
Pemberantasan Korupsi.
f. Peningkatan
penegakan hukum terhadao pemberantasan tindak pidana terorisme dan
penyalahgunaan narkotika serta obat lainnya.
g. Penyelamatan
barang bukti kinerja berupa dokumen atau arsip/lembaga Negara serta badan
pemerintahan untuk mendukung penegakan hukum dan HAM.
h. Peningkatan
koordinasi dan kerja sama yang menjamin efektifitas penegakan hukum dan HAM.
i.
Pengembangan system manajemen kelembagaan
hukum yang transparan.
j.
Peninjauan serta penyempurnaan berbagai
konsep dasar dalam rangka mewujudkan proses hukum yang kebih sederhana, cepat,
dan tepat serta dengan biaya yang terjangkau oleh semua lapisan masyarakat.
6. Problematik Pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) di
Indonesia
Contoh-Contoh Kasus Pelanggaran HAM
ü Terjadinya penganiayaan pada praja STPDN oleh
seniornya dengan dalih pembinaan yang menyebabkan meninggalnya Klip Muntu pada
tahun 2003.
ü Dosen yang malas masuk kelas atau malas
memberikan penjelasan pada suatu mata kuliah kepada mahasiswa merupakan pelanggaran
HAM ringan kepada setiap mahasiswa.
ü Para pedagang yang berjualan di trotoar
merupakan pelanggaran HAM terhadap para pejalan kaki, sehingga menyebabkan para
pejalan kaki berjalan di pinggir jalan sehingga sangat rentan terjadi
kecelakaan.
ü Orang tua yang memaksakan kehendaknya agar
anaknya masuk pada suatu jurusan tertentu dalam kuliahnya merupakan pelanggaran
HAM terhadap anak, sehingga seorang anak tidak bisa memilih jurusan yang sesuai
dengan minat dan bakatnya.
ü Kasus Babe yang telah membunuh anak-anak yang
berusia di atas 12 tahun, yang artinya hak untuk hidup anak-anak tersebut pun
hilang.
ü Masyarakat kelas bawah mendapat perlakuan
hukum kurang adil, bukti nya jika masyarakat bawah membuat suatu kesalahan
misalkan mencuri sendal proses hukum nya sangat cepat, akan tetapi jika
masyarakat kelas atas melakukan kesalahan misalkan korupsi, proses hukumnya
sangatlah lama.
ü Kasus Tenaga Kerja Wanita (TKW) yang bekerja
di luar negeri mendapat penganiayaan dari majikannya.
ü Kasus pengguran anak yang banyak dilakukan
oleh kalangan muda mudi yang kawin diluar nikah.
7.
Upaya Pencegahan
Pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) di Indonesia.
Untuk mewujudkan dan menegakkan Hak Asasi Manusia (HAM) di
Indonesia tidaklah semudah menuliskan serta mengucapkannya. Hal ini disebabkan
banyak hambatan dan tantangan yang tidak lagi sebatas teorika, melainkan sudah
menjadi realita yang tidak dapat dihindari apalagi ditunda-tunda. Dalam
penegakan HAM melalui sistem hukum pidana yang telah berlaku di Indonesia
terdapat kendala-kendala atau hambatan yang bersifat prinsipil substansil dan
klasik. Oleh sebab itu diperlukan kerjasama dari aparatur pemerintahan beserta
masyarakat untuk berpartisipasi bersama dalam menangani kasus pelanggaran Hak
Asasi Manusia (HAM).
[1] Wirman
Burhan, Pendidikan Kewarganegaraan,
Pancasila Dan Undang-Undang Dasar 1945, (Jakarta: Rajagrafindo Persada,
2014), hlm. 46-51.
[2] Diakses
dari http://maklahku.blogspot.co.id/2016/12/makalah-tentang-ham-di-indonesia.html,
pada tanggal 11 Mei 2017 pukul 08.45.
[3]
Wirman Burhan, Op.cit., hlm. 44-45.
[4] Diakses
dari http://cari-carimakalah.blogspot.co.id/2016/02/makalah-tentang-hak-asasi-manusia-ham.html,
pada tanggal 11 Mei 2017 pukul 09.15.
[5] Wirman
Burhan, Loc.cit., hlm. 44-45.
[6] Ibid.,
hlm. 51-53
[7] UNDANG-UNDANG
DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945 tentang Hak Asasi Manusia.
[8] Muhammad
Hariadi Setyawan, HAM DI INDONESIA diakses
dari http://hariadi44.blogspot.co.id/2013/04/makalah-hak-asasi-manusia-di-indonesia.html,
pada tanggal 12 Mei 2017 pukul 15.05.
[9] Ibid.,
pembahasan ke-B
[10] Eko
Sugiyanto, Penegakan Dan Perlindungan Hak
Asasi Manusia Di Indonesia diakses dari
https://eko-sg.blogspot.com/2015/11/makalah-ham-penegakan-dan-perlindungan.html
pada tanggal 12 Mei 2017 pukul 15.45.
[11] Diakses
dari http://cari-carimakalah.blogspot.co.id/2016/02/makalah-tentang-hak-asasi-manusia-ham.html,
pada tanggal 12 Mei 2017 pukul 16.00.
[12] Muhammad
Hariadi Setyawan, Op.cit., pembahasan ke-D.
[13] Diakses
dari http://cari-carimakalah.blogspot.co.id/2016/02/makalah-tentang-hak-asasi-manusia-ham.html,
pada tanggal 12 Mei 2017 pukul 17.00.
0 komentar:
Posting Komentar