Masyarakat Arab Jahiliah Periode Mekah
Objek
dakwah Rasulullah SAW pada awal kenabian adalah masyarakat Arab jahiliah, atau
masyarakat yang masih berada dalam kebodohan. Kebodohan masyarakat Arab waktu
itu, terdapat dalam bidang agama, moral, dan hukum,
Dalam
bidang agama, umumnya masyarakat Arab waktu itu sudah menyimpang jauh dan
ajaran agama Tauhid, yang telah diajarkan oleh para rasul terdahulu, seperti
Nabi Ibrahim A.S. Mereka umumnya beragama watsani atau agama penyembah berhala.
Berhala-berhala yang mereka puja itu mereka letakkan di Ka’bah (Baitullah =
rumah Allah SWT) yang jumlahnya mencapai 300 lebih. Di antara berhala-berhala
yang termashyur bernama: Ma’abi, Hubal, Khuza’ah, Lata, Uzza, dan Manat.
Selain
itu ada pula sebagian masyarakat Arab jahiliah yang menyembah malaikat dan
bintang yang dilakukan kaum Sabi’in serta menyembah matahari, bulan, dan jin
yang diperbuat oleh sebagian masyarakat di luar kota Mekah. Dalam bidang moral,
masyarakat Arab jahiliah telah menempuh cara-cara yang sesat, seperti:
a. Bila terjadi peperangan
antarkabilah, maka kabilah yang kalah perang akan dijadikan budak oleh kabilah
yang menang perang.
b. Menempatkan perempuan pada
kedudukan rendah. Dalam masyarakat Arab jahiliah perempuan tidak berhak
mewarisi harta peninggalan suaminya, ayahnya, atau anggota keluarga yang lain.
Bahkan seorang wanita (istri) boleh diwarisi oleh anak tirinya atau anggota
keluarga lain dan suaminya yang telah mati.
c. Memiliki kebiasaan buruk, yakni
berjudi dan meminum minuman keras. Kejahiliahan mereka dalam bidang hukum
antara lain anggapan mereka bahwa judi, bermabuk-mabukan, berzina, mencuri,
merampok, dan membunuh, bukan merupakan perbuatan yang salah.
Namun
perlu diketahui bahwa tidak semua perilaku masyarakat Arab jahiliah itu buruk,
tetapi ada pula yang baiknya. Seperti: memiliki keberanian dan kepahlawanan,
suka menghormati tamu, murah hati, dan mempunyai harga diri. Juga dalam bidang
perdagangan, ada sebagian masyarakat Arab jahiliah yang sudah memiliki
kemajuan. Misalnya, para pedagang dari kabilah Quraisy, berdagang pada musim
panas ke negeri Syam (sekarang Suriah, Libanon, Palestina, dan Yordania) dan
pada musim dingin ke Yaman (lihat Q.S. Quraisy, 106: 1—4). Mereka
memperdagangkan bulu domba, unta, kulit binatang, dan tali.
Pengangkatan Nabi Muhammad SAW sebagai Rasul
Allah
SWT, Tuhan Yang Maha Esa dan Maha Pengasih lagi Maha Penyayang tidak membiarkan
umat manusia, khususnya masyarakat Arab berada dalam kebodohan sepanjang zaman.
Lalu Dia mengutus seorang nabi dan rasul yang terakhir yakni Nabi Muhammad SAW.
Pengangkatan Muhammad sebagai nabi atau rasul Allah SWT, terjadi pada tanggal
17 Ramadan, 13 tahun sebelum hijrah (610 M) tatkala beliau sedang bertahannus
di Gua Hira, waktu itu beliau genap berusia 40 tahun. Gua Hira terletak di
Jabal Nur, beberapa kilo meter sebelah utara kota Mekah dan berada di lerengnya
(kira-kira berjarak 20 m dari puncaknya).
Muhammad
diangkat Allah SWT, sebagai nabi atau rasul-Nya ditandai dengan turunnya
Malaikat Jibril pada tanggal 17 Ramadan 610 M, untuk menyampaikan wahyu yang
pertama yakni Al-Qur’an Surah Al-‘Alaq, 96: 1-5 (coba kamu cari dan pelajari).
Turunnya ayat Al-Qur’an pertama tersebut, dalam sejarah Islam dinamakan Nuzul
A1-Qur’an.
Setibanya
di rumah, Nabi Muhammad SAW menceritakan kepada istrinya, Khadijah, peristiwa
yang dialaminya. Sebenarnya Khadijah mempercayai segala apa yang diceritakan
suaminya, tetapi ia ingin mengetahui bagaimana pendapat Waraqah bin Naufal,
saudara. Sepupunya terhadap peristiwa yang dialami suaminya. Waraqah adalah
seorang pemikir yang telah berusia lanjut, beragama Nasrani, yang telah
menyalin kitab Injil dari bahasa Ibrani ke dalam bahasa Arab.
Setelah
Waraqah bin Naufal mengetahui semua peristiwa yang dialami oleh Nabi Muhammad
SAW, ia berkata, “Itu adalah Namus (Jibril) yang pernah datang kepada Nabi Isa.
Alangkah baiknya kalau aku masih muda dan masih hidup sewaktu kamu diusir oleh
kaummu.” Nabi Muhammad SAW berkata, “Apakah kaumku akan mengusirku?” Jawab Waraqah,
“Ya, tidak seorangpun datang dengan membawa seperti apa yang kamu bawa (ajaran
Islam), yang tidak dimusuhi. Jika sekiranya aku masih hidup pada masa itu,
tentu aku akan menolongmu dengan sekuat tenagaku.” (H.R. Ahmad, Al-Bukhari dan
Muslim).
Menurut
sebagian ulama, setelah turun wahyu pertama (Q.S. Al-‘Alaq: 1-5) turun pula
Surah Al-Muddassir: 1—7, yang berisi perintah Allah SWT agar Nabi Muhammad
berdakwah menyiarkan ajaran Islam kepada umat manusia.
Setelah
itu, tatkala Nabi Muhammad SAW berada di Mekah (periode Mekah) selama 13 tahun
(610—622 M), secara berangsur-angsur telah diturunkan kepada beliau, wahyu
berupa A1-Qur’an sebanyak 4726 ayat, yang meliputi 89 surah. Surah-surah yang
diturunkan pada periode Mekah dinamakan Surah Makkiyyah.
Materi
dakwah Rasulullah SAW di awal kenabiannya berupa ajaran Islam, yang terkandung
dalam 89 Surah Makkiyyah dan hadis yakni wahyu Allah SAW yang diturunkan kepada
Nabi Muhammad SAW, tetapi tidak tertulis dalam lembaran Al-Qur’an.
Ajaran Islam Periode Mekah
Ajaran
Islam periode Mekah, yang harus didakwahkan Rasulullah SAW di awal kenabiannya
adalah sebagai berikut :
1. Keesaan Allah SWT
Islam
mengajarkan bahwa pencipta dan pemelihara alam semesta adalah Allah SWT, Tuhan
Yang Maha Esa. Allah SWT tempat bergantung segala apa saja dan makhluk-Nya,
tidak beranak dan tidak diperanakkan, serta tidak ada selain Allah SWT, yang
menyamai-Nya (baca dan pelajari QS. A1-Ikhlãs, 112: 1-4).
Umat
manusia harus beribadah atau menghambakan diri hanya kepada Allah SWT. Beribadah
atau menyembah kepada selain Allah SWT, termasuk ke dalam perilaku syirik, yang
hukumnya haram, dan merupakan dosa yang paling besar (lihat Q.S An-Nisã’, 4:
48).
2. Hari Kiamat sebagai hari
pembalasan
Islam
mengajarkan bahwa mati yang dialami oleh setiap manusia, bukanlah akhir
kehidupan, tetapi merupakan awal dan kehidupan yang panjang, yakni kehidupan di
alam kuhur dan di alam akhirat.
Manusia
yang ketika di dunianya taat beribadah, giat beramal saleh, dan senantiasa
berbudi pekerti yang terpuji, tentu akan memperoleh balasan yang menyenangkan.
Di alam kubur akan memperoleh berbagai kenikmatan dan di alam akhirat akan
ditempatkan di surga yang penuh dengan hal-hal yang memuaskan. Tetapi manusia
yang ketika di dunianya durhaka kepada Allah SWT dan banyak berbuat jahat,
tentu setelah matinya akan mendapat siksa kubur dan dicampakkan ke dalam neraka
yang penuh dengan berbagai macam siksaan. (Baca dan pelajari Q.S. Al-Qari’ah,
101: 1-11!)
3. Kesucian jiwa
Islam
menyerukan umat manusia agar senantiasa berusaha menyucikan jiwanya dan
melarang keras mengotorinya. Seseorang dianggap suci jiwanya apabila selama
hayat di kandung badan senantiasa beriman dan bertakwa atau meninggalkan segala
perbuatan dosa, dan dianggap mengotori jiwanya apabila durhaka pada Allah SWT
dan banyak berbuat dosa.
Sungguh
beruntung orang yang senantiasa memelihara kesucian jiwanya, dan alangkah
ruginva orang yang mengotori jiwanya (baca Q.S. Asy-Syams, 91: 9-10).
4. Persaudaraan dan Persatuan
Persaudaraan
mempunyai hubungan yang erat dengan persatuan, bahkan persaudaraan landasan
bagi terwujudnya persatuan.
Islam
mengajarkan bahwa sesama orang beriman adalah bersaudara. Mereka dituntut untuk
saling mencintai dan sayang-menyayangi, di bawah naungan rida Ilahi. Rasulullah
SAW bersabda: “Tidak dianggap beriman seorang Muslim di antara kamu, sehingga
ia mencintai saudaranya, seperti rnencintai dirinya.” (H.R. Bukhari, Muslim,
Ahmad, dan Nasa’i).
Selain
itu sesama umat Islam, hendaknya saling menolong dalam kebaikan dan ketakwaan,
jangan sekali-kali tolong-menolong dalam dosa serta permusuhan. Jangan saling
menganiaya dan jangan pula membiarkan saudaranya yang teraniaya tanpa diberikan
pertolongan. Sedangkan umat Islam yang mampu disuruh untuk memberikan
pertolongan kepada saudaranya yang du’afa, yakni para fakir miskin dan
anak-anak yatim telantar (baca dan pelajari Q.S. Al-Mã’un, 107: 1-7).
STRATEGI DAKWAH RASULULLAH SAW PERIODE MEKAH
Tujuan
dakwah Rasulullah SAW pada periode Mekah adalah agar masyarakat Arab
meninggalkan kejahiliahannya di bidang agama, moral, dan hukum. Sehingga
menjadi umat yang meyakini kebenaran kerasulan Nabi Muhammad SAW dan ajaran
Islam yang disampaikannya, kemudian mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari.
Jika masyarakat Arab telah mengamalkan seluruh ajaran Islam dengan niat ikhlas
karena Allah SWT dan sesuai dengan petunjuk-petunjuk Rasulullah SAW, tentu
mereka akan memperoleh keselamatan, kedamaian, dan kesejahteraan di dunia dan
di akhirat.
Strategi
dakwah Rasulullah SAW dalam berusaha mencapai tujuan yang
luhur tersebut sebagai berikut:
1. Dakwah secara Sembunyi-sembunyi
Selama 3-4 Tahun
Cara
ini ditempuh oleh Rasulullah SAW karena beliau begitu yakin, bahwa masyarakat
Arab jahiliah, masih sangat kuat mempertahankan kepercayaan dan tradisi warisan
leluhur mereka. Sehingga mereka bersedia berperang dan rela mati dalam
mempertahankannya. Pada masa dakwah secara sembunyi-sembunyi ini, Rasulullah
SAW menyeru untuk masuk Islam, orang-orang yang berada di lingkungan rumah
tangganya sendiri dan kerabat serta sahabat dekatnya. Mengenai orang-orang yang
telah memenuhi seruan dakwah Rasulullah SAW tersebut adalah : Khadijah binti
Khuwailid (istri Rasulullah SAW, wafat tahun ke-10 dari kenabian), Ali bin Abu
Thalib (saudara sepupu Rasulullah SAW yang tinggal serumah dengannya, waktu
masuk Islam ia baru berusia 10 tahun), Zaid bin Haritsah (anak angkat
Rasulullah SAW, wafat tahun 8 H = 625 M), Abu Bakar Ash-Shiddiq (sahabat dekat
Rasulullah SAW, yang hidup dan tahun 573- 634 M), dan Ummu Aiman (pengasuh
Rasulullah SAW pada waktu kecil).
Sesuai
dengan ajaran Islam, bahwa berdakwah bukan hanya kewajiban Rasulullah SAW,
tetapi juga kewajiban para pengikutnya (umat Islam), maka Abu Bakar
Ash-Shiddiq, seorang saudagar kaya, yang dihormati dan disegani banyak orang.
Karena budi bahasanya yang halus, ilmu pengetahuannya yang luas, dan pandai
bergaul telah meneladani Rasuliillah SAW, yakni berdakwah secara sembunyi-sembunyi.
Usaha
dak’wah Abu Bakar Ash-Shiddiq berhasil karena ternyata beberapa orang kawan
dekatnya menyatakan diri masuk Islam, mereka adalah :
– Abdul Amar dan Bani Zuhrah, Abdul Amar berarti
hamba milik si Amar. Karena Islam melarang perbudakan, kemudian nama itu
diganti oleh Rasulullah SAW menjadi Abdurrahman bin Auf, yang artinya hamba
Allah SWT, Yang Maha Pengasih.
- Abu Ubaidah bin Jarrah dan Bani Hari.
– Utsman bin Affan.
– Zubair bin Awam.
– Sa’ad bin Ahu Waqqas.
– Thalhah bin Ubaidillah.
Orang-orang
yang masuk Islam, pada masa dakwah secara sembunyi-sembunyi, yang namanya sudah
disebutkan di atas disebut Assabiqunal Awwalun (pemeluk Islam generasi awal).
2. Dakwah Secara terang-terangan
Dakwah
secara terang-terangan ini dimulai sejak tahun ke-4 dari kenabian, yakni
setelah turunnya wahyu yang berisi perintah Allah SWT agar dakwah itu
dilaksanakan secara terang-terangan. Wahyu tersebut berupa ayat Al-Qur’an Surah
26: 214-216 (coba kamu cari dan pelajari).
Tahap-tahap
dakwah Rasulullah SAW secara terang-terangan ini antara lain sebagai berikut :
a. Mengundang kaum kerabat
keturunan dari Bani Hasyim, untuk menghadiri jamuan makan dan mengajak mereka
agar masuk Islam. Tetapi karena cahaya hidayah Allah SWT waktu itu belum
menyinari hati mereka, mereka belum menerima Islam sebagai agama mereka. Namun
ada 3 orang kerabat dari kalangan Bani Hasyim yang sebenarnya sudah masuk
Islam, tetapi merahasiakan keislamannya, pada waktu itu dengan tegas menyatakan
keislamannya. Mereka adalah Ali bin Abu Thalib, Ja’far bin Abu Thalib, dan Zaid
bin Haritsah.
b. Rasulullah SAW mengumpulkan para
penduduk kota Mekah, terutama yang berada dan bertempat tinggal di sekitar
Ka’bah untuk berkumpul Bukit Shafa, yang letaknya tidak jauh dan Ka’bah.
Rasulullah
SAW memberi peringatan kepada semua yang hadir agar segera meninggalkan
penyembahan terhadap berhala-berhala dan hanya menyembah atau menghambakan diri
kepada Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa, Pencipta dan Pemelihara alam semesta.
Rasulullah SAW juga menegaskan, jika peringatan yang disampaikannya itu
dilaksanakan tentu akan meraih rida Ilahi bahagia di dunia dan di akhirat.
Tetapi apabila peringatan itu diabaikan tentu akan mendapat murka Allah SWT,
sengsara di dunia dan di akhirat.
Menanggapi
dakwah Rasulullah SAW tersebut di antara yang hadir ada kelompok yang menolak
disertai teriakan dan ejekan, ada kelompok yang diam saja lalu pulang. Bahkan
Abu Lahab, bukan hanya mengejek tetapi berteriak-teriak bahwa Muhammad orang
gila, seraya ia berkata “Celakalah engkau Muhammad, untuk inikah engkau
mengumpulkan kami?” Sebagai balasan terhadap kutukan Abu Lahab itu turunlah
ayat Al- Qur’an yang berisi kutukan Allah SWT terhadap Abu Lahab, yakni Surat
Al-Lahab, 111: 1-5 (coba kamu cari dan pelajari ayat Al-Qur’an tersebut).
Pada
periode dakwah secara terang-terangan ini juga telah menyatakan diri masuk
Islam dua orang kuat dari kalangan kaum kafir Quraisy, yaitu Hamzah bin Abdul
Muthalib (paman Nabi SAW) dan Umar bin Khattab. Hamzah bin Abdul Muthalib masuk
Islam pada tahun ke-6 dari kenabian sedangkan Umar bin Khattab (581-644 M),
tidak lama setelah sebagian kaum Muslimin berhijrah ke Habasyah atau Ethiopia
pada tahun 615 M.
c. Rasulullah SAW menyampaikan
seruan dakwahnya kepada para penduduk di luar kota Mekah. Sejarah mencatat bahwa
penduduk di luar kota Mekah yang masuk Islam antara lain :
– Abu Zar Al-Giffari, seorang tokoh dan kaum
Giffar, yang bertempat tinggal di sebelah barat laut Mekah atau tidak jauh dari
laut Merah, menyatakan diri di hadapan Rasulullah SAW masuk Islam. Keislamannya
itu kemudian diikuti oleh kaumnya.
– Tufail bin Amr Ad-Dausi, seorang penyair
terpandang dari kaum Daus yang bertempat tinggal di wilayah barat kota Mekah,
menyatakan diri masuk Islam di hadapan Rasulullah SAW. Keislamannya itu diikuti
oleh bapak, istri, keluarganya, serta kaumnya.
– Dakwah Rasulullah SAW terhadap penduduk Yatsrib
(Madinah), yang datang ke Mekah untuk berziarah nampak berhasil. Berkat cahaya
hidayah Allah SWT, para penduduk Yatsrib, secara bergelombang telah masuk Islam
di hadapan Rasulullah SAW. Gelombang pertama tahun 620 M, telah masuk Islam
dari suku Aus dan Khazraj sebanyak 6 orang. Gelombang kedua tahun 621 M,
sebanyak 13 orang dan pada gelombang ketiga tahun berikutnya lebih banyak lagi.
Pada
gelombang ketiga ini telah datang ke Mekah untuk berziarah dan menemui
Rasulullah SAW, umat Islam penduduk Yatsrib yang jumlahnya mencapai 73 orang di
antaranya 2 orang wanita. Waktu itu ikut pula berziarah ke Mekah, orang-orang
Yatsrib yang belum masuk Islam. Di antaranya Abu Jabir Abdullah bin Amr,
pimpinan kaum Salamah, yang kemudian menyatakan diri masuk Islam di hadapan
Rasulullah SAW.
Pertemuan
umat Islam Yatsrib dengan Rasulullah SAW pada gelombang ketiga ini, terjadi
pada tahun ke-13 dari kenabian dan menghasilkan Bai’atul Aqabah. Isi Bai’atul
Aqabah tersebut merupakan pernyataan umat Islam Yatsrib bahwa mereka akan
melindungi dan membela Rasulullah SAW. Walaupun untuk itu mereka harus
mengorbankan tenaga, harta, bahkan jiwa. Selain itu, mereka memohon kepada
Rasulullah SAW dan para pengikutnya agar berhijrah ke Yatsrib.
Setelah
terjadinya peristiwa Bai’atul Aqabah itu, kemudian Rasulullah SAW menyuruh para
sahabatnya yakni orang-orang Islam yang bertempat tinggal di Mekah, untuk
segera berhijrah ke Yatsrib. Para sahabat Nabi SAW melaksanakan suruhan
Rasulullah SAW tersebut. Mereka berhijrah ke Yatsrib secara diam-diam dan
sedikit demi sedikit, sehingga dalam waktu dua bulan sebanyak 150 orang umat
Islam penduduk Mekah telah berhijrah ke Yatsrib.
Sedangkan
Nabi Muhammad SAW, Abu Bakar Ash-Shiddiq r.a., dan Ali bin. Abu Thalib masih
tetap tinggal di Mekah, menunggu perintah dari Allah SWT untuk berhijrah.
Setelah datang perintah dari Allah SWT, kemudian Rasulullah SAW berhijrah
bersama Abu Bakar Ash-Shiddiq r.a., meninggalkan kota Mekah tempat kelahirannya
menuju Yatsrib. Peristiwa hijrah Rasulullah SAW ini terjadi pada awal bulan
Rabiul Awal tahun pertama hijrh (622 M). Sedangkan Ali bin Abu Thalib, tidak
ikut berhijrah bersama Rasulullah SAW, karena beliau disuruh Rasulullah SAW
untuk mengembalikan barang-barang orang lain yang dititipkan kepadanya. Setelah
perintah Rasulullah SAW itu dilaksanakan, kemudian Ali bin Abu Thalib menvusul
Rasulullah SAW berhijrah ke Yatsrib.
3. Reaksi Kaum Kafir Quraisy
terhadap Dakwah Rasulullah
Kaum
kafir Quraisy menolak dakwah Rasulullah SAW, setelah berdakwah itu dilakukan
secara terang-terangan, yakni semenjak tahun ke-4 kenabian. Prof. Dr. A.
Shalaby dalam bukunya Sejarah Kebudayaan Islam, telah menjelaskan sebab-sebab
kaum kafir Quraisy menentang dakwah Rasulullah SAW, yakni :
a. Rasulullah SAW mengajarkan
tentang adanya persamaan hak dan kedudukan antara semua orang. Mulia tidaknya
seseorang tergantung ketakwaannya kepada Allah SWT. Orang miskin yang bertakwa,
di hadapan Allah SWT Iebih mulia daripada orang kaya yang durhaka (lihat Q.S.
Al Hujurãt, 49: 13).
Kaum
kafir Quraisy, terutama para bangsawannya sangat keberatan dengan ajaran
persamaan hak ini. Mereka mempertahankan tradisi hidup berkasta-kasta dalam
masyarakat. Mereka ingin mempertahankan perbudakan, sedangkan ajaran Rasulullah
SAW (Islam) melarangnya.
b. Islam mengajarkan adanya
kehidupan sesudah mati yakni hidup di alam kubur dan alam akhirat. Manusia yang
ketika di dunianya bertakwa maka di alam kuburnya akan memperoleh kenikmatan
dan di alam akhiratnya akan masuk surga. Sedangkan manusia yang ketika di
dunianya durhaka dan banyak berbuat jahat, maka di alam kuburnya akan disiksa.
Dan di alam akhiratnya akan masuk neraka.
Kaum
kafir Quraisy menolak dengan keras ajaran Islam tersebut, karena mereka merasa
ngeri dengan siksa kubur dan azab neraka.
c. Kaum kafir Quraisy menolak
ajaran Islam karena mereka merasa berat meninggalkan agama dan tradisi hidup
bermasyarakat warisan leluhur mereka. Mereka berkata, “Cukuplah bagi kami apa
yang telah kami terima dari nenek moyang kami.” (Q.S. AI-Mã’idah, 5: 104)
d. Islam melarang menyembah
berhala, memperjualbelikan berhala-berhala, dan melarang penduduk Mekah dan
luar Mekah berziarah memuja berhala, padahal itu semua mendatangkan keuntungan
di bidang ekonomi terhadap kaum kafir Quraisy. Oleh karena itulah, kaum kafir
Quraisy menentang keras dan berusaha menghentikan dakwah Rasulullah SAW.
Usaha-usaha
kaum kafir Quraisy untuk menolak dan menghentikan dakwah Rasulullah SAW
bermacam-macam antara lain :
– Para budak yang telah masuk Islam, seperti:
Bilal, Amr bin Fuhairah, Ummu Ubais an-Nahdiyah, dan anaknya al-Muammil dan
Az-Zanirah, disiksa oleb para pemiliknya atau tuannya di luar batas
perikemanusiaan. Bahkan, Az-Zanirah disiksa hingga mengalami kebutaan dan Ummu
Amr binti Yasir, budak milik Bani Makhzum disiksa oleh tuannya sampai mati.
Abu
Bakar Ash-Shiddiq r.a., tidak tega melihat saudara-saudaranya seiman disiksa
seperti itu, lalu beliau memerdekakan beberapa orang dari mereka termasuk
Bilal, dengan cara memberikan sejumlah uang tebusan kepada tuannya.
– Setiap keluarga dari kalangan kaum kafir Quraisy
diharuskan menyiksa anggota keluarganya yang telah masuk Islam, sehingga ia
kembali menganut agama keluarganya (agama Watsani).
– Nabi Muhammad SAW sendiri dilempari kotoran oleh
Ummu Jamil (istri Abu Lahab) dan dilempari isi perut kambing oleh Abu Jahal.
Nama asli Abu Jahal adalah Amr Abu al-Hakam yang artinya Amr, bapak juru damai.
Umat Islam mengganti nama itu menjadi Abu Jahal yang artinya bapak kebodohan.
– Kaum kafir Quraisy meminta Abu Thalib, paman dan
pelindung Rasulullah SAW, agar Rasulullah SAW menghentikan dakwahnya. Namun
tatkala Abu Thalib menyampaikan keinginan kaum kafir Quraisy tersebut
Rasulullah SAW bersabda : “Wahai pamanku demi Allah, biarpun mereka meletakkan
matahari di tangan kananku, dan bulan di tangan kiriku, aku tidak akan
menghentikan dakwah agama Allah ini hingga aku menang, atau aku binasa
karenanya.”
– Kaum kafir Quraisy mengusulkan pada Nabi
Muhammad SAW agar permusuhan di antara mereka dihentikan. Caranya suatu saat
kaum kafir Quraisy menganut Islam dan melaksanakan ajarannya. Di saat lain umat
Islam menganut agama kaum kafir Quraisy dan melakukan penyembahan terhadap
berhala.
Usul
tersebut ditolak oleh Nabi SAW, karena menurut ajaran Islam mencampuradukkan
akidah dan ibadah Islam dengan akidah dan ibadah bukan Islam, termasuk
perbuatan haram dan merupakan dosa besar (silakan baca dan pahami Q.S.
Al-Kafirun 109 : 1-6).
Menghadapi
tantangan dan kekerasan kaum kafir Quraisy terhadap orang-orang Islam, selain
Nabi SAW bersabar, bertawakal dan berdoa, beliau menyuruh 16 orang sahabatnya,
termasuk ke dalamnya Utsman bin Affan dan 4 orang wanita untuk berhijrah ke
Habasyah (Ethiopia), karena Raja Negus di negeri itu suka memberikan jaminan
keamanan kepada orang-orang yang meminta perlindungan kepadanya. Peristiwa
hijrah yang pertama ke Habasyah terjadi pada tahun 615 M.
Suatu
saat keenam belas orang yang hijrah ke Habasyah ini kembali ke Mekah, karena
mereka menduga Mekah keadaannya sudah normal, dengan masuk Islamnya seorang
bangsawan Quraisy yang gagah berani yakni Umar bin Khattab.
Namun
dugaan mereka meleset, karena ternyata Abu Jahal, pimpinan kaum kafir Quraisy
memerintahkan agar setiap keluarga dan kabilah Quraisy meningkatkan tekanan dan
siksaannya terhadap anggota keluarganya yang masuk Islam.
Menghadapi
situasi yang demikian, akhirnya Rasulullah SAW menyuruh para sahabatnya, untuk
yang kedua kalinya agar kembali hijrah ke Habasyah. Jumlah para sahabat yang
berhijrah pada saat itu sebanyak 83 orang laki-laki dan 18 orang wanita, di
bawah pimpinan Ja’far bin Abu Thalib. Di negeri Habasyah ini selain memperoleh
jaminan keamanan dan Raja Negus, para sahabat Nabi SAW juga memiliki kebebasan
untuk melaksanakan peribadahan sesuai dengan ajaran Islam.
Pada
tahun ke-10 dari kenabian (619 M) Abu Thalib, paman Rasulullah SAW dan
pelindungnya wafat dalam usia 87 tahun. Empat hari setelah itu istri
tercintanya Khadijah juga wafat dalam usia 65 tahun. Dalam sejarah Islam tahun
wafatnya Abu Thalib dan Khadijah disebut ‘amul huzni (tahun duka cita).
Wafatnya
Abu Thalib sebagai pemimpin Bani Hasyim, menyebabkan Abu Lahab seorang kafir
yang sangat keras dalam memusuhi Nabi SAW, menggantikan kedudukan Abu Thalib
sebagai pemimpin. Semenjak itu Rasulullah SAW tidak lagi memperoleh
perlindungan dari kaum kerabatnya yakni Bani Hasyim.
Allah
SWT senantiasa melindungi Nabi Muhammad SAW dari berbagai malapetaka. Tidak
lama setelah Bani Hasyim dipimpin Abu Lahab, Mut’im bin Adi pemimpin kaum
Naufal menyatakan perlindungannya terhadap Nabi SAW. Bahkan menjelang peristiwa
hijrah tahun 622 M, umat Islam Yatsrib telah bersumpah setia akan melindungi
Rasulullah SAW beserta para pengikutnya.
0 komentar:
Posting Komentar