Jumat, 12 Mei 2017

Perjuangan Menghadapi Pergolakan Dalam Negeri

Diposting oleh Unknown di 20.26
PERJUANGAN MENGHADAPI PERGOLAKAN DALAM NEGERI          
1.      Pemberontakan PKI Madiun Tahun 1948
Perundingan Renville yang sangat merugikan bangsa Indonesia, akhirnya membawa korban, yaitu dengan dibubarkannya kabinet Amir Syarifudin dan digantikan oleh Kabinet Hatta. Selanjutnya Amir Syarifudin merasa sakit hati dan membentuk Front Demokrasi Rakyat  (FDR) pada tanggal 28 Juni 1948, dan memposisikan dirinya sebagai oposisi dari pemerintah kabinet Hatta. Front Demokrasi Rakyat (FDR) ini mempersatukan semua golongan sosialis kiri dan komunis.
Untuk memperkuat basis massa FDR membentuk organisasi petani & buruh selain itu memancing bentrokan dengan menghasut buruh. Puncaknya ketika terjadi pemogokan di pabrik karung Delangu (Jawa Tengah) pada tanggal 5 Juli 1948.
Pada tanggal 11 Agustus 1948, Musso tiba dari Moskow, kemudian Musso dikirim olen pimpinan gerakan Komunis Internasional ke Indonesia dengan tujuan untuk merebut pimpinan atas negara Republik Indonesia dari tangan kaum Nasionalis. Amir dan FDR segera bergabung dengan Musso. Untuk memperkuat organisasi, maka disusunlah doktrin bagi PKI. Doktrin itu bernama “Jalan Baru”.
Sesuai dengan doktrin itu,ia melakukan fusi antara Partai Sosialis,Partai Buruh,dan lain-lain menjadi PKI. Ia bersama Amir Syarifuddin mengambil alih pimpinan PKI baru tersebut.

Pokok-pokok Jalan Baru atau koreksi besar yang dilakukan oleh Musso berisi:
1. PKI sejak proklamasi seharusnya sudah muncul dan berperan sebagai pemimpin revolusi.
2. Persetujuan Renville adalah kesalahan besar yang mencelakakan dan berbau reaksioner.
3. Kabinet Amir seharusnya tidak mengundurkan diri sebab pokok disetiap revolusi adalah kekuasaan negara.
4. Untuk sementara perlu dibentuk Front Nasional.
PKI melakukan provokasi terhadap Kabinet Hatta dan menuduh pimpinan nasional pada waktu itu seoloah-olah bersikap kompromistis terhadap musuh.

Kabinet Hatta tetap melaksanakan program reorganisasi & rasionalisasi. Cara yang ditempuh antara lain :
a. Melepaskan para prajurit dengan suka rela untuk meninggalkan ketentaraan dan kembali kepada pekerjaan semula.
b. Mengambil 100 ribu orang laskar dari masyarakat dan menyerahkan penampungan kepada Kementerian Pembangunan & Pemuda.

Program resionalisasi itu mendapat tantangan hebat dari kaum komunis. Karena menimpa sebagian besar pasukan bersenjatanya. Akan tetapi, politik ofensif Musso itu tidak menggoyahkan Kabinet Hatta, yang didukung oleh dua partai politik besra pada saat itu seperti PNI dan Masyumi serta beberapa organisasi pemuda yang bergabung dalam Badan Perjuangan Seberang di bawah pimpinan Latuharhary.
Puncak gerakan yang dilakukan oleh PKI terjadi pada tanggal18 Setember 1948,yaitu dengan pernyataan tokoh-tokoh PKI tentang berdirinya Soviet Republik Indonesia yang bertujuan mengganti dasar pancasila dengan dasar Komunis. Para pemberontak PKI melancarkan aksinya dengan menguasai seluruh Karesidenan Pati. PKI juga melakukan pembunuhan dan penculikan secara besar-besaran terhadap setiap golongan yang dianggap musuhnya.
Pada tanggal 30 September 1948 Madiun dapat direbut dan diduduki kembali oleh pasukan Brigade Siliwangi pimpinan Mayor Ahmad Wiranatakusumah dan Brigade Jawa Timur pimpinan Kolonel Soengkono. Dalam operasi ini pimpinan PKI Madiun, Muso berhasil ditembak mati pada saat akan melarikan diri ke Rusia, sedangkan pimpinan yang lain seperti, Semaun, Darsono, Alimin, dan Amir Syarifudin berhasil ditangkap dan dijatuhi hukuman mati dalam pengadilan / mahkamah militer.
Dampak dari pemberontakan PKI Madiun ini adalah :
- Korban pemberontakan PKI dari kedua belah pihak sangat besar, termasuk rakyat yang tidak mengerti soal politik.
- Kekuatan bangsa Indonesia dalam perjuangan menghadapi Belanda menjadi lemah dan dimanfaatkan Belanda untuk melancarkan agresi militernya yang kedua
- Keberhasilan menumpas pemberontakan PKI Madiun menimbulkan simpati dari dunia barat, terutama Amerika Serikat sehingga memperkuat posisi Indonesia dalam perjuangan diplomasi melawan Belanda
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiFS_9akuYHGlV_APFHhmOpP6QHh7_Hq2i0KJJjjuGmJ1dy6JLBlYWZZ-AkFrxJPRW0qVtNi2Kk4r5Zu0RVkigaLuEB8jqbhTBAoyvYCSd7j1EEGKbQ9ZiaLehIwjDDz42L2EyZhh5T3BI/s320/PKI+Maiun+1948.jpg
PKI Madiun 1948
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj801SNUaBgrjGLZql6ne2SHuU3INPAr6-GCLWedO3UkolFj1pyFn-XlW79_V-fuCQoHVXIgg9pY5eZsPZAmZy8ZpdmI9qtLTyfPrxzr1DJ_Wx_FoDb7AxOI1B0ev-me_i-FTDDLdt7VCg/s1600/musso.jpg
Musso
2.      Gerakan Darul Islam/ Tentara Islam Indonesia ( DI/TII )
Gerakan pemberontakan ini berawal dari gagasan / ide Sekarmadji Maridjan Kartosuwiryo untuk membentuk sebuah negara Islam. Kartosuwiryo mendirikan Pondok Pesantren Sufah, di Malangbong Jawa Barat. Di pondok inilah ia menggembeng pasukan Hizbullah dan sabillillah. Ia pernah menjadi sekretaris partai Masyumi Jawa Barat, bahkan pernah dicalonkan sebagai Menteri Muda Pertahanan. Namun jabatan ini tidak pernah diembannya.
Pada saat terjadi Agresi Militer Belanda I, ia dan pasukannya melancarkan perang suci melawan Belanda. Puncak dari peristiwa yang meletuskan pemberontakan Kartosuwiryo adalah hasil perundingan Renville yang mengakibatkan seluruh pasukan TNI harus melakukan hijrah ke dalam wilayyah RI di Yogyakarta. Pasukan Divisi pimpinan Kartosuwiryo ( bagian dari Divisi Siliwangi Jawa Barat ), menyatakan tidak bersedia hijrah. Kantong-kantong TNI yang ditinggal hijrah diisi oleh pasukan Kartosuwiryo, dan meneruskan gerilya melawan Belanda di Jawa Barat.
Pada bulan Pebruari 1948, Kartosuwiryo mengubah gerakan suci melawan Belanda menjadi sebuah gerakan politik, dengan menobatkan diri sebagai Imam Negara Islam Indonesia, dan menamakan pasukannya dengan nama Tentara Islam Indonesia (TII).
      Kontak senjata pertama terjadi dengan pasukan TNI dari Divisi Siliwangi  yang baru kembali dari Yogyakarta tanggal 25 Januari 1949. Sejak saat itu terjadi perang segi tiga antara pasukan DI/TII – TNI – Belanda.
Tindakan pemerintah dalam menumpas gerakan DI/TII :
1.      Pendekatan oleh pimpinan Partai Masyumi : Moh. Natsir melalui surat tidak berhasil,
bahkan Kartosuwiryo secara resmi membalas surat itu dengan memproklamasikan berdirinya Negara Islam Indonesia pada tanggal 7 Agustus 1949.
2.      Bulan September 1949 untuk kedua kali Moh. Natsir membujuk Kartosuwiryo untuk menghentikan pemberontakan dan kembali ke pangkuan RI, tetapi gagal. Bahkan sejak saat itu rakyat Jawa Barat mulai mengalami teror dari gerombolan DI/TII yang sering melakukan pembunuhan, merampas harta benda rakyat untuk memenuhi kebutuhan logistik pasukan / gerombolan ini.
3.      Setelah tindakan persuasif tidak berhasil mengembalikan Kartosuwiryo ke pangkuan ibu pertiwi, pemerintah bertindak tegas dengan menggelar Operasi Pagar Betis. Operasi yang dilaksanakan dengan bantuan rakyat Jawa barat ini bertujuan untuk mempersempit ruang gerak gerombolan. Sehingga semakin hari semakin banyak para pengikut Kartosuwiryo yang menyerahkan diri dan kembali ke tengah- tengah masyrakat. Gerombolan DI/TII terdesak di Gunung Geber, Tasikmalaya.
4.      Akhirnya tanggal 4 Juni 1962, Kartosuwiryo beserta keluarga dan pengikutnya dapat ditangkap hidup-hidup dalam sebuah operasi yang diberi nama sandi Operasi Baratayudha. Dan pada tanggal 16 Agustus Kartosuwiryo dijatuhi hukuman mati.

Kartosuwiryo

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgQNiKIQpJiQQ_f6fuq_mU34WUyqdwwcPFbMrIPFpTK0ocElVMUvDfbUXdukfzCVlGAEvW-qqNOglqd08JOysuRl2Ru8EFLWpOuSlFEzl8Xx78jZN_83dRohIZX0zwYKi3IRZWZ-3NrdsM/s1600/penangkapan+kertosuwiryo.jpg
Kartosuwitertangkap hidup-hidup di Gunung Geber, Tasikmalaya

Pemberontakan Darul Islam/Tentara Islam Indonesia, ternyata mendapat simpati dari berbagai daerah di Indonesia, seperti :

a.      Jawa Tengah
Gerakan ini diproklamasikan di Desa Pengarasan, kabupaten Tegal pada tanggal 23 Agustus 1949, dan menyatakan diri bergabung dengan Negara Islam Indonesia pimpinan Kartosuwiryo. Gerakan ini dipimpin oleh Amir Fatah, bekas anggota TNI dari kesatuan Hizbullah.
Gerakan dapat ditumpas melalui Operasi Banteng Negara pimpinan Kolonel Sarbini, Letkol Bachrum dan Letkol Ahmad Yani, pada tahun 1950.
b.      Kebumen
Gerakan ini dipimpin oleh Mohammad Mahfud Abdulrahman atau yang lebih dikenal dengan sebutan Kyai Sumolangu. Seperti Amir Fatah, gerakan ini juga menyatakan sebagai bagian dari NII Kartosuwirtyo. Gerombolan ini dapat ditumpas pada tahun 1954 melalui sebuah operasi militer yang diberi nama Operasi Guntur.
c.       Kalimantan Selatan
Pemberontakan DI/TII di Kalimantan Selatan dipimpin oleh bekas Letnan Dua TNI yang bernama Ibnu hajar. Ia menamakan pasukannya sebagai Kesatuan Rakyat yang Tertindas [KRYT].
Semula pemerintah bertindak persuasif terhadap gerakan ini, karena Ibnu Hajar bersedia kembali bergabung dengan APRIS. Namun tindakan ini ternyata hanya muslihat Ibnu Hajar supaya pasukannya semakin kuat dana kembali melakukan pemberontakan. Akhirnya pemerintah bertindak tegas dengan menumpas habis gerakan ini pada tahun 1959.
d.      Sulawesi Selatan
Kahar Muzakar memulai gerakannya pada tahun 1951 dan menamakan gerakannya dengan Komando Gerakan Gerilya Sulawesi Selatan. Ia menuntut supaya pasukannya dimasukkan ke dalam APRIS dengana nama brigade Hasanudin.Namun tuntutan ini ditolak pemerintah, tetapi pemerintah memberikan wadah bagi pasukan kahar Muzakar dengan nama Korps Cadangan Nasional.
Awalnya Kahar Muzakar menerima tawaran pemerintah ini. Pada saat pasukan ini akan dilantik, Kahar Muzakar dan kelompoknya melarikan diri ke hutan dengan membawa seluruh peralatan militer yanag akan digunakan untuk pelantikan. Penipuan Kahar Muzakar ini dibalas pemerintah dengan melakukan operasi besar besaran dari Divisi Diponegoro. Pada bulan Pebruari 1965 Kahar Muzakar tertembak mati.
e.       Aceh
Kekecewaan Tengku Daud Beureuh kepada pemerintah, karena hilangnya kedudukan militer dan turunnya status Aceh dari sebuah dari istimewa menjadi karesidenan, menyebabkan Daud Beureuh menyatakan diri bergabung dengan Negara Islam Indonesia ( 21 September 1953 )
Pemerintah berusaha mengatasi pemberontakan ini dengan mendatangkan pasukan dari Sumatera Utara dan tengah. Karena terus terdesak pasukan Daud Beureuh melakukan pemberontakan dari hutan-hutan, di pegunungan Bukit Barisan.
Selain tindakan represif, pemerintah juga melakukan tindakan persuasif dengan mengadakan Musyawarah Kerukunan Rakyat Aaceh, atas prakarsa Kolonel M. Yasin (Panglima Kodam I Iskandar Muda). Musyawarah ini membawa hasil yang sangat positif, karena Daud Beureuh akhirnya bersedia kembali ke tengah tengah masyarakat Aceh dan menerima Amnesti dari pemerintah.

3.      Pemberontakan Andi Aziz
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj3X2RjEyDIdpBpbNX8p7mtgegwswrG-bJ3BzdihnaZ_ilWm7yJIGynYYZcEjI5q-Tk7ioIEQs5WOWMP_xDlPYAlBvBVQbKzcPjqndkWS_lzrA8J0LxPWfDLi2rjPKddlt9F4OeT2JeZ5o/s1600/pemberontak+andi+azis.jpg
Adapun faktor yang menyebabkan pemberontakan adalah :
1. Menuntut agar pasukan bekas KNIL saja yang bertanggung jawab atas keamanan di Negara Indonesia Timur.
2. Menentang masuknya pasukan APRIS dari TNI 
3. Mempertahankan tetap berdirinya Negara Indonesia Timur  

Karena tindakan Andi Azis tersebut maka pemerintah pusat bertindak tegas. Pada tanggal 8 April 1950 dikeluarkan ultimatum bahwa dalam waktu 4 x 24 jam Andi Azis harus melaporkan diri ke Jakarta untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya, pasukannya harus dikonsinyasi, senjata-senjata dikembalikan, dan semua tawanan harus dilepaskan. Kedatangan pasukan pimpinan Worang kemudian disusul oleh pasukan ekspedisi yang dipimpin oleh Kolonel A.E Kawilarang pada tanggal 26 April 1950 dengan kekuatan dua brigade dan satu batalion di antaranya adalah Brigade Mataram yang dipimpin oleh Letnan Kolonel Suharto. Kapten Andi Azis dihadapkan ke Pengadilan Militer di Yogyakarta untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya dan dijatuhi hukuman 15 tahun penjara.

4.      Gerakan Republik Maluku Selatan ( RMS )
Pemberontakan ini terjadi di Ambon pada tanggal 25 April 1950 yang dilakukan oleh orang-orang Indonesia bekas anggota KNIL (Koninklijk Nederlands Indisch Leger) yang pro Belanda. Pemberontakan RMS (Republik Maluku Selatan) dipimpin oleh Dr. Soumokil, bekas Jaksa Agung Negara Indonesia Timur.
Untuk menumpas pemberontakan RMS, pemerintah semula mencoba menyelesaikan secara damai dengan mengirimkan suatu misi yang dipimpin oleh Dr. Leimena. Akan tetapi upaya ini tidak berhasil. Oleh karena itu pemerintah segera mengirimkan pasukan ekspedisi di bawah pimpinan Kolonel AE. Kawilarang. Pada tanggal 25 September 1950 seluruh Ambon dan sekitarnya dapat dikuasai oleh pasukan pemerintah. Dalam pertempuran melawan pemberontak RMS ini gugurlah seorang pahlawan ketika memperebutkan benteng Nieuw Victoria, yakni Letnan Kolonel Slamet Riyadi.
Tokoh-tokoh lain dari APRIS (TNI) yang gugur adalah Letnan Kolonel S. Sudiarso dan Mayor Abdullah.
Setelah kota Ambon jatuh ke tangan pemerintah maka sisa- sisa pasukan RMS melarikan diri ke hutan-hutan dan untuk beberapa tahun lamanya melakukan pengacauan.

5.      Gerakan Angkatan Perang Ratu Adil (APRA) atau Kudeta 23 Januari
Peristiwa yang terjadi pada 23 Januari 1950 dimana kelompok Angkatan Perang Ratu Adil (APRA) yang ada di bawah pimpinan mantan Kapten KNIL Raymond Westerling yang juga mantan komandan Depot Speciale Troepen (Pasukan Khusus) KNIL, masuk ke kota Bandung dan membunuh semua orang berseragam TNI yang mereka temui. Aksi gerombolan ini telah direncanakan beberapa bulan sebelumnya oleh Westerling dan bahkan telah diketahui oleh pimpinan tertinggi militer Belanda.
Gerakan APRA didasari adanya kepercayaan rakyat akan datangnya seorang Ratu Adil yang akan membawa mereka ke suasana yang aman dan tentram serta memerintah dengan adil dan bijaksana, seperti yang terdapat dalam ramalan Jayabaya.
Tujuan Gerakan APRA adalah mempertahankan bentuk Negara federal di Indonesia dan memiliki tentara tersendiri pada Negara-negara bagian RIS.

6.      Gerakan Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia/ Perjuangan Rakyat Semesta ( PRRI/Permesta)
Pemberontakan PRRI/Permesta didahului dengan pembentukan dewan-dewan di beberapa daerah di Sumatera, antara lain Dewan Banteng di Sumatera Barat oleh Letnan Kolonel Achmad Husein (20 Desember 1956) ; Dewan Gajah di Medan oleh Kolonel Maludin Simbolon (22 Desember 1956) dan Dewan Manguni di Manado oleh Letnan Kolonel Ventje Sumuai (18 Februari 1957). Tanggal 10 Februari 1958, Achmad Husein mengeluarkan ultimatum kepada pemerintah pusat yang menyatakan bahwa Kabinet Djuanda harus mengundurkan diri dalam waktu 5 x 24 jam.
Pada tanggal 15 Februari 1958, Achmad Husein memproklamasikan berdirinya PRRI (Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia) yang berkedudukan di Bukittinggi dengan Syafruddin Prawiranegara sebagai perdana menterinya.

Pada 17 Februari 1958, Permesta (Perjuangan Rakyat Semesta) menyatakan bahwa mendukung dan bergabung dengan PRRI sehingga gerakan bersama itu disebut PRRI/Permesta. Permesta yang berpusat di Manado tokohnya adalah Letnan Kolonel Vantje Sumual, Mayor Gerungan, Mayor Runturambi, Letnan Kolonel D.J. Somba, dan Letnan Kolonel Saleh Lahade. Gerakan Permesta baru dapat dilumpuhkan sekitar bulan Agustus 1958, tetapi sisa-sisanya bru dapat ditumpas secara keseluruhan tahun 1961.

0 komentar:

Posting Komentar

 

My Writting Template by Ipietoon Blogger Template | Gadget Review