PERJUANGAN
MENGHADAPI PERGOLAKAN DALAM NEGERI
1. Pemberontakan PKI Madiun Tahun 1948
Perundingan Renville yang sangat merugikan bangsa
Indonesia, akhirnya membawa korban, yaitu dengan dibubarkannya kabinet Amir
Syarifudin dan digantikan oleh Kabinet Hatta. Selanjutnya Amir Syarifudin
merasa sakit hati dan membentuk Front Demokrasi Rakyat (FDR) pada tanggal
28 Juni 1948, dan memposisikan dirinya sebagai oposisi dari pemerintah kabinet
Hatta. Front Demokrasi Rakyat (FDR) ini mempersatukan semua
golongan sosialis kiri dan komunis.
Untuk memperkuat basis massa
FDR membentuk organisasi petani & buruh selain itu memancing bentrokan
dengan menghasut buruh. Puncaknya ketika terjadi pemogokan di pabrik karung
Delangu (Jawa Tengah) pada tanggal 5 Juli 1948.
Pada tanggal 11 Agustus 1948,
Musso tiba dari Moskow, kemudian Musso dikirim olen pimpinan gerakan Komunis
Internasional ke Indonesia dengan tujuan untuk merebut pimpinan atas negara
Republik Indonesia dari tangan kaum Nasionalis. Amir dan FDR segera bergabung
dengan Musso. Untuk memperkuat organisasi, maka disusunlah doktrin bagi PKI.
Doktrin itu bernama “Jalan Baru”.
Sesuai dengan doktrin itu,ia
melakukan fusi antara Partai Sosialis,Partai Buruh,dan lain-lain menjadi PKI.
Ia bersama Amir Syarifuddin mengambil alih pimpinan PKI baru tersebut.
Pokok-pokok Jalan Baru atau koreksi besar yang dilakukan
oleh Musso
berisi:
1. PKI sejak proklamasi
seharusnya sudah muncul dan berperan sebagai pemimpin revolusi.
2. Persetujuan Renville adalah
kesalahan besar yang mencelakakan dan
berbau reaksioner.
3. Kabinet Amir seharusnya
tidak
mengundurkan diri sebab pokok disetiap revolusi adalah kekuasaan negara.
4. Untuk sementara perlu
dibentuk Front Nasional.
PKI melakukan provokasi
terhadap Kabinet Hatta dan menuduh pimpinan nasional pada waktu itu seoloah-olah bersikap kompromistis terhadap musuh.
Kabinet Hatta tetap
melaksanakan program reorganisasi & rasionalisasi. Cara yang ditempuh
antara lain :
a. Melepaskan para prajurit dengan suka rela untuk
meninggalkan ketentaraan dan kembali kepada pekerjaan semula.
b. Mengambil 100 ribu orang laskar dari masyarakat dan
menyerahkan penampungan kepada Kementerian Pembangunan & Pemuda.
Program resionalisasi itu
mendapat tantangan hebat dari kaum komunis. Karena menimpa sebagian besar
pasukan bersenjatanya. Akan tetapi,
politik ofensif Musso itu tidak
menggoyahkan Kabinet Hatta, yang didukung oleh dua partai politik besra pada
saat itu seperti PNI dan Masyumi serta beberapa organisasi pemuda yang
bergabung dalam Badan Perjuangan Seberang di bawah pimpinan Latuharhary.
Puncak gerakan yang dilakukan
oleh PKI terjadi pada tanggal18 Setember 1948,yaitu dengan pernyataan
tokoh-tokoh PKI tentang berdirinya Soviet Republik Indonesia yang
bertujuan mengganti dasar pancasila dengan dasar Komunis. Para pemberontak PKI
melancarkan aksinya dengan menguasai seluruh Karesidenan Pati. PKI juga
melakukan pembunuhan dan penculikan secara besar-besaran terhadap setiap
golongan yang dianggap musuhnya.
Pada tanggal 30 September 1948
Madiun dapat direbut dan diduduki kembali oleh pasukan Brigade Siliwangi
pimpinan Mayor Ahmad Wiranatakusumah dan Brigade Jawa Timur pimpinan Kolonel
Soengkono. Dalam operasi ini pimpinan PKI Madiun, Muso berhasil ditembak mati
pada saat akan melarikan diri ke Rusia, sedangkan pimpinan yang lain seperti,
Semaun, Darsono, Alimin, dan Amir Syarifudin berhasil ditangkap dan dijatuhi
hukuman mati dalam pengadilan / mahkamah militer.
Dampak dari pemberontakan PKI
Madiun ini adalah :
- Korban pemberontakan PKI
dari kedua belah pihak sangat besar, termasuk rakyat yang tidak mengerti soal
politik.
- Kekuatan bangsa
Indonesia dalam perjuangan menghadapi Belanda menjadi lemah dan dimanfaatkan
Belanda untuk melancarkan agresi militernya yang kedua
- Keberhasilan menumpas
pemberontakan PKI Madiun menimbulkan simpati dari dunia barat, terutama Amerika
Serikat sehingga memperkuat posisi Indonesia dalam perjuangan diplomasi melawan
Belanda
PKI
Madiun 1948
Musso
2.
Gerakan
Darul Islam/ Tentara Islam Indonesia ( DI/TII )
Gerakan
pemberontakan ini berawal dari gagasan / ide Sekarmadji Maridjan Kartosuwiryo
untuk membentuk sebuah negara Islam. Kartosuwiryo mendirikan Pondok Pesantren
Sufah, di Malangbong Jawa Barat. Di pondok inilah ia menggembeng pasukan
Hizbullah dan sabillillah. Ia pernah menjadi sekretaris partai Masyumi Jawa
Barat, bahkan pernah dicalonkan sebagai Menteri Muda Pertahanan. Namun jabatan
ini tidak pernah diembannya.
Pada
saat terjadi Agresi Militer Belanda I, ia dan pasukannya melancarkan perang
suci melawan Belanda. Puncak dari peristiwa yang meletuskan pemberontakan
Kartosuwiryo adalah hasil perundingan Renville yang mengakibatkan seluruh
pasukan TNI harus melakukan hijrah ke dalam wilayyah RI di Yogyakarta. Pasukan
Divisi pimpinan Kartosuwiryo ( bagian dari Divisi Siliwangi Jawa Barat ),
menyatakan tidak bersedia hijrah. Kantong-kantong TNI yang ditinggal hijrah
diisi oleh pasukan Kartosuwiryo, dan meneruskan gerilya melawan Belanda di Jawa
Barat.
Pada
bulan Pebruari 1948, Kartosuwiryo mengubah gerakan suci melawan Belanda menjadi
sebuah gerakan politik, dengan menobatkan diri sebagai Imam Negara Islam
Indonesia, dan menamakan pasukannya dengan nama Tentara Islam Indonesia (TII).
Kontak senjata pertama terjadi dengan pasukan TNI dari
Divisi Siliwangi yang baru kembali dari Yogyakarta tanggal 25 Januari
1949. Sejak saat itu
terjadi perang segi tiga antara pasukan DI/TII – TNI – Belanda.
Tindakan
pemerintah dalam menumpas gerakan DI/TII :
1. Pendekatan oleh pimpinan Partai Masyumi : Moh. Natsir
melalui surat tidak berhasil,
bahkan Kartosuwiryo secara resmi membalas surat itu
dengan memproklamasikan berdirinya Negara Islam Indonesia pada tanggal 7
Agustus 1949.
2.
Bulan
September 1949 untuk kedua kali Moh. Natsir membujuk Kartosuwiryo untuk
menghentikan pemberontakan dan kembali ke pangkuan RI, tetapi gagal. Bahkan
sejak saat itu rakyat Jawa Barat mulai mengalami teror dari gerombolan DI/TII
yang sering melakukan pembunuhan, merampas harta benda rakyat untuk memenuhi
kebutuhan logistik pasukan / gerombolan ini.
3.
Setelah
tindakan persuasif tidak berhasil mengembalikan Kartosuwiryo ke pangkuan ibu
pertiwi, pemerintah bertindak tegas dengan menggelar Operasi Pagar Betis. Operasi yang dilaksanakan dengan bantuan
rakyat Jawa barat ini bertujuan untuk mempersempit ruang gerak gerombolan.
Sehingga semakin hari semakin banyak para pengikut Kartosuwiryo yang
menyerahkan diri dan kembali ke tengah- tengah masyrakat. Gerombolan DI/TII terdesak di Gunung Geber, Tasikmalaya.
4.
Akhirnya
tanggal 4 Juni 1962, Kartosuwiryo beserta keluarga dan pengikutnya dapat
ditangkap hidup-hidup dalam sebuah operasi yang diberi nama sandi Operasi Baratayudha. Dan pada
tanggal 16 Agustus Kartosuwiryo dijatuhi hukuman mati.
Kartosuwiryo
Kartosuwitertangkap hidup-hidup di Gunung Geber,
Tasikmalaya
Pemberontakan Darul Islam/Tentara Islam Indonesia, ternyata mendapat simpati dari berbagai daerah di Indonesia, seperti :
a.
Jawa
Tengah
Gerakan ini diproklamasikan di Desa Pengarasan, kabupaten
Tegal pada tanggal 23 Agustus 1949, dan menyatakan diri bergabung dengan Negara
Islam Indonesia pimpinan Kartosuwiryo. Gerakan ini dipimpin oleh Amir Fatah,
bekas anggota TNI dari kesatuan Hizbullah.
Gerakan dapat ditumpas melalui Operasi Banteng Negara
pimpinan Kolonel Sarbini, Letkol Bachrum dan Letkol Ahmad Yani, pada tahun
1950.
b.
Kebumen
Gerakan ini dipimpin oleh Mohammad Mahfud Abdulrahman
atau yang lebih dikenal dengan sebutan Kyai Sumolangu. Seperti Amir Fatah,
gerakan ini juga menyatakan sebagai bagian dari NII Kartosuwirtyo. Gerombolan
ini dapat ditumpas pada tahun 1954 melalui sebuah operasi militer yang diberi
nama Operasi Guntur.
c.
Kalimantan
Selatan
Pemberontakan DI/TII di Kalimantan Selatan dipimpin oleh
bekas Letnan Dua TNI yang bernama Ibnu hajar. Ia menamakan pasukannya sebagai
Kesatuan Rakyat yang Tertindas [KRYT].
Semula pemerintah bertindak persuasif terhadap gerakan
ini, karena Ibnu Hajar bersedia kembali bergabung dengan APRIS. Namun tindakan
ini ternyata hanya muslihat Ibnu Hajar supaya pasukannya semakin kuat dana
kembali melakukan pemberontakan. Akhirnya pemerintah bertindak tegas dengan
menumpas habis gerakan ini pada tahun 1959.
d.
Sulawesi
Selatan
Kahar Muzakar memulai gerakannya pada tahun 1951 dan
menamakan gerakannya dengan Komando Gerakan Gerilya Sulawesi Selatan. Ia
menuntut supaya pasukannya dimasukkan ke dalam APRIS dengana nama brigade
Hasanudin.Namun tuntutan ini ditolak pemerintah, tetapi pemerintah memberikan
wadah bagi pasukan kahar Muzakar dengan nama Korps Cadangan Nasional.
Awalnya Kahar Muzakar menerima tawaran pemerintah ini.
Pada saat pasukan ini akan dilantik, Kahar Muzakar dan kelompoknya melarikan
diri ke hutan dengan membawa seluruh peralatan militer yanag akan digunakan
untuk pelantikan. Penipuan Kahar Muzakar ini dibalas pemerintah dengan
melakukan operasi besar besaran dari Divisi Diponegoro. Pada bulan Pebruari
1965 Kahar Muzakar tertembak mati.
e.
Aceh
Kekecewaan Tengku Daud Beureuh kepada pemerintah, karena
hilangnya kedudukan militer dan turunnya status Aceh dari sebuah dari istimewa
menjadi karesidenan, menyebabkan Daud Beureuh menyatakan diri bergabung dengan
Negara Islam Indonesia ( 21 September 1953 )
Pemerintah berusaha mengatasi pemberontakan ini dengan
mendatangkan pasukan dari Sumatera Utara dan tengah. Karena terus terdesak
pasukan Daud Beureuh melakukan pemberontakan dari hutan-hutan, di pegunungan
Bukit Barisan.
Selain tindakan represif, pemerintah juga melakukan
tindakan persuasif dengan mengadakan Musyawarah Kerukunan Rakyat Aaceh, atas
prakarsa Kolonel M. Yasin (Panglima Kodam I Iskandar Muda). Musyawarah ini
membawa hasil yang sangat positif, karena Daud Beureuh akhirnya bersedia
kembali ke tengah tengah masyarakat Aceh dan menerima Amnesti dari pemerintah.
3.
Pemberontakan
Andi Aziz
Adapun faktor yang menyebabkan
pemberontakan adalah :
1. Menuntut agar pasukan bekas KNIL
saja yang bertanggung jawab atas keamanan di Negara Indonesia Timur.
2. Menentang masuknya pasukan APRIS
dari TNI
3. Mempertahankan tetap berdirinya
Negara Indonesia Timur
Karena tindakan Andi Azis tersebut
maka pemerintah pusat bertindak tegas. Pada tanggal 8 April 1950 dikeluarkan
ultimatum bahwa dalam waktu 4 x 24 jam Andi Azis harus melaporkan diri ke
Jakarta untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya, pasukannya harus
dikonsinyasi, senjata-senjata dikembalikan, dan semua tawanan harus dilepaskan.
Kedatangan pasukan pimpinan Worang kemudian disusul oleh pasukan ekspedisi yang
dipimpin oleh Kolonel A.E Kawilarang pada tanggal 26 April 1950 dengan kekuatan
dua brigade dan satu batalion di antaranya adalah Brigade Mataram yang dipimpin
oleh Letnan Kolonel Suharto. Kapten Andi Azis dihadapkan ke Pengadilan Militer
di Yogyakarta untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya dan dijatuhi hukuman 15
tahun penjara.
4.
Gerakan
Republik Maluku Selatan ( RMS )
Pemberontakan ini terjadi di Ambon
pada tanggal 25 April 1950 yang dilakukan oleh orang-orang Indonesia bekas
anggota KNIL (Koninklijk Nederlands Indisch Leger) yang pro Belanda.
Pemberontakan RMS (Republik Maluku Selatan) dipimpin oleh Dr. Soumokil, bekas
Jaksa Agung Negara Indonesia Timur.
Untuk menumpas pemberontakan RMS,
pemerintah semula mencoba menyelesaikan secara damai dengan mengirimkan suatu
misi yang dipimpin oleh Dr. Leimena. Akan tetapi upaya ini tidak berhasil. Oleh
karena itu pemerintah segera mengirimkan pasukan ekspedisi di bawah pimpinan
Kolonel AE. Kawilarang. Pada tanggal 25 September 1950 seluruh Ambon dan
sekitarnya dapat dikuasai oleh pasukan pemerintah. Dalam pertempuran melawan
pemberontak RMS ini gugurlah seorang pahlawan ketika memperebutkan benteng
Nieuw Victoria, yakni Letnan Kolonel Slamet Riyadi.
Tokoh-tokoh lain dari APRIS (TNI)
yang gugur adalah Letnan Kolonel S. Sudiarso dan Mayor Abdullah.
Setelah kota Ambon jatuh ke tangan
pemerintah maka sisa- sisa pasukan RMS melarikan diri ke hutan-hutan dan untuk
beberapa tahun lamanya melakukan pengacauan.
5.
Gerakan Angkatan Perang Ratu Adil
(APRA) atau
Kudeta 23 Januari
Peristiwa yang terjadi pada 23
Januari 1950 dimana kelompok Angkatan Perang Ratu Adil (APRA) yang ada di bawah
pimpinan mantan Kapten KNIL Raymond Westerling yang juga mantan komandan Depot
Speciale Troepen (Pasukan Khusus) KNIL, masuk ke kota Bandung dan membunuh
semua orang berseragam TNI yang mereka temui. Aksi gerombolan ini telah
direncanakan beberapa bulan sebelumnya oleh Westerling dan bahkan telah
diketahui oleh pimpinan tertinggi militer Belanda.
Gerakan APRA didasari adanya
kepercayaan rakyat akan datangnya seorang Ratu Adil yang akan membawa mereka ke
suasana yang aman dan tentram serta memerintah dengan adil dan bijaksana,
seperti yang terdapat dalam ramalan Jayabaya.
Tujuan Gerakan APRA adalah
mempertahankan bentuk Negara federal di Indonesia dan memiliki tentara
tersendiri pada Negara-negara bagian RIS.
6.
Gerakan
Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia/ Perjuangan Rakyat Semesta (
PRRI/Permesta)
Pemberontakan PRRI/Permesta didahului
dengan pembentukan dewan-dewan di beberapa daerah di Sumatera, antara lain
Dewan Banteng di Sumatera Barat oleh Letnan Kolonel Achmad Husein (20 Desember
1956) ; Dewan Gajah di Medan oleh Kolonel Maludin Simbolon (22 Desember 1956)
dan Dewan Manguni di Manado oleh Letnan Kolonel Ventje Sumuai (18 Februari 1957).
Tanggal 10 Februari 1958, Achmad Husein mengeluarkan ultimatum kepada
pemerintah pusat yang menyatakan bahwa Kabinet Djuanda harus mengundurkan diri
dalam waktu 5 x 24 jam.
Pada tanggal 15 Februari 1958, Achmad
Husein memproklamasikan berdirinya PRRI (Pemerintah Revolusioner Republik
Indonesia) yang berkedudukan di Bukittinggi dengan Syafruddin Prawiranegara
sebagai perdana menterinya.
Pada 17 Februari 1958, Permesta
(Perjuangan Rakyat Semesta) menyatakan bahwa mendukung dan bergabung dengan
PRRI sehingga gerakan bersama itu disebut PRRI/Permesta. Permesta yang berpusat
di Manado tokohnya adalah Letnan Kolonel Vantje Sumual, Mayor Gerungan, Mayor
Runturambi, Letnan Kolonel D.J. Somba, dan Letnan Kolonel Saleh Lahade. Gerakan
Permesta baru dapat dilumpuhkan sekitar bulan Agustus 1958, tetapi sisa-sisanya
bru dapat ditumpas secara keseluruhan tahun 1961.
0 komentar:
Posting Komentar